KOMPAS/ AGUS SUSANTO

Kendaraan melintas di depan patung Pangeran Kornel (kanan) dan Daendels di jalan raya Bandung - Cirebon atau lebih dikenal Cadas Pangeran di Desa Cijeruk, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Jumat (1/8). Cerita rakyat yang berkembang dari patung tersebut adalah simbol perlawanan Kanjeng Pangeran Koesoemahdinata IX (Pangeran Kornel) Bupati Sumedang 1791-1828 terhadap Herman Willem Daendels, Pangeran Kornel bersalaman dengan tangan kiri.

Melacak Jejak Mas Galak

·sekitar 3 menit baca

Provinsi Jawa Barat merupakan area penting dalam sejarah Jalan Raya Pos atau de Grote Postweg yang dibangun Daendels. Mari kita lacak. Bandung kilometer nol di Jalan Asia-Afrika, Bandung, dan patung Pangeran Kornel di kawasan Cadas Pangeran, Kabupaten Sumedang, adalah contoh petilasan yang tersisa.

Sejumlah sumber menyebutkan, tahap pertama Jalan Raya Pos yang benar-benar dibangun oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels adalah ruas dari Buitenzorg (Bogor) sampai Karangsembung (Cirebon). Selebihnya, para penguasa pribumi diperintahkan untuk melanjutkan pembangunan dan perluasan jalan sampai ke Panarukan di ujung timur Pulau Jawa.

Menurut sejarawan Universitas Padjadjaran, Nina Herlina Lubis, keputusan untuk membangun Jalan Raya Pos diputuskan pada 8 Mei 1808 oleh Daendels yang dikenal juga oleh warga pribumi sebagai “Jenderal Guntur”, “Tuan Marsekalek”, atau “Mas Galak”. Ide tersebut muncul terinspirasi dengan jalan raya pos yang dibuat pada masa Imperium Romawi. Jalan yang terkenal dengan nama Cursus Publicus itu menghubungkan Roma dengan kota jajahan yang meliputi hampir seluruh Eropa barat. Oleh Daendels, pembangunan tahap pertama antara Buitenzorg ke Karangsembung dipilih melewati Cipanas, Cianjur, Bandung, Parakanmuncang, dan Sumedang.

Provinsi Jawa Barat merupakan area penting dalam sejarah Jalan Raya Pos atau de Grote Postweg yang dibangun Daendels.

Sejarawan Universitas Indonesia, Djoko Marihandono, menyebutkan, rute tersebut dipilih pertama karena kerugian yang mesti ditanggung selama itu akibat buruknya kondisi jalan. Perluasan lahan kopi dan padi tidak bernilai karena mahalnya ongkos angkut. Selain itu, Jawa dalam ancaman Inggris sehingga sangat riskan jika militer Hindia Belanda tidak memiliki akses ke wilayah lain.

Sepanjang pembangunan Jalan Raya Pos di wilayah Jawa Barat, warga pribumi yang dipekerjakan menjadi korban. Di kawasan Megamendung, tercatat sekitar 500 orang dari Galuih (sekarang Ciamis) menjadi korban. Di Sumedang yang melewati bukit penuh cadas, banyak pekerja tewas terserang malaria.

KOMPAS/ ANITA YOSSIHARA

Tim atlet sepeda ekspedisi 200 tahun Anyer-Panaroekan, melintasi patung Gubernur Jendral Herman Willem Daendels dan Pangeran Kornel di Cadas Pangeran, Sumedang, Jawa Barat, Minggu (17/8). Patung itu merupakan tetenger perlawanan bangsa sunda atas penindasan Pemerintah Hindia-Belanda awal abad XIX lalu.

Sepanjang jalur Jalan Raya Pos di Jabar, tidak banyak “tetenger” yang bisa ditemukan. Dari 24 stasiun pos yang pernah dibangun sepanjang Buitenzorg sampai Karangsembung, tidak ada lagi yang tersisa. Lokasi stasiun pos itulah yang nantinya tumbuh menjadi kota-kota kecil.

Kilometer nol

Titik kilometer nol merupakan penanda dari permintaan Daendels kepada Bupati RA Wiranatakusumah II untuk memindahkan ibu kota. Sembari menancapkan tongkatnya, Daendels mengatakan, “Usahakan, bila aku datang kembali, sebuah kota sudah dibangun.” Oleh Pemerintah Provinsi Jabar, Monumen Titik Kilometer Nol ini baru dibangun pada 2004.

Sementara patung Pangeran Kornel di Cadas Pangeran dibangun untuk mengenang Bupati Pangeran Kusumadinata IX atau Pangeran Kornel yang dikenal berani membela rakyatnya yang menjadi korban akibat sakit atau kelaparan selama pembangunan Jalan Raya Pos. Di patung itu, Pangeran Kornel diilustrasikan menyambut Daendels dengan uluran tangan kiri, sementara tangan kanan memegang hulu keris.

Menurut sejarawan Universitas Padjadjaran, Nina Herlina Lubis, keputusan untuk membangun Jalan Raya Pos diputuskan pada 8 Mei 1808 oleh Daendels yang dikenal juga oleh warga pribumi sebagai “Jenderal Guntur”, “Tuan Marsekalek”, atau “Mas Galak”. Ide tersebut muncul terinspirasi dengan jalan raya pos yang dibuat pada masa Imperium Romawi.

Mari kita susuri mulai dari pusat Kota Bogor menuju Tajur dan Ciawi lewat jalur Puncak. Selanjutnya adalah rute Cipanas, Cianjur, lantas masuk ke Padalarang. Menuju Bandung, barulah rute satu arah di Jalan Rajawali. Dari Bandung ke Sumedang mesti lewat jalur baru. Adapun rute sebaliknya masih menggunakan jalur Jalan Raya Pos. Turunan dan tikungan tajam mewarnai perjalanan sampai masuk ke wilayah Sumedang dan Majalengka.

Rute berikutnya ditempuh sampai masuk ke Kota Cirebon. Untuk tembus sampai ke wilayah Tegal di Jawa Tengah, kita mesti keluar dari daerah Gebang, Tanjung, menuju Losari.

Penanda kilometer nol di Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (15/8). Penetapan kilometer nol di tempat ini berdasarkan kayu yang ditancapkan HW Daendels.

Patung Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels bersalaman dengan Bupati Wedana Pangeran Kusumadinata IX atau dikenal dengan Pangeran Kornel di Cadas Pangeran, Sumedang. Patung ini menjadi salah satu simbol sejarah pembangunan Jalan Raya Pos atau Jalan Daendels yang melewati daerah ini. Foto diambil pada Jumat (15/8).

(Sidik Pramono/ Iwan Santosa)

Artikel Lainnya