KOMPAS/DAHONO FITRIANTO

KAPAL BOROBUDUR - Kapal Borobudur sedang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang pada Rabu (30/7), sebelum meneruskan perjalanan ke Jakarta. Tanggal 15 Agustus nanti, kapal itu akan berangkat menuju Ghana di Afrika.

Persiapan Peluncuran Ekspedisi Kapal Borobudur

Menjajal Ketangguhan Teknologi Abad ke-9

·sekitar 7 menit baca

Kapal Borobudur

MENJAJAL KETANGGUHAN TEKNOLOGI ABAD KE-9

Tanggal 15 Agustus mendatang adalah saat bersejarah buat dunia bahari Indonesia. Kapal Borobudur, replika kapal dagang tradisional asli Indonesia dari abad ke-9 akan memulai perjalanannya dari Jakarta menuju Ghana di pesisir barat Afrika. Kapal Borobudur akan menelusuri kembali jalur perdagangan kayu manis (The Cinnamon Route) melalui Seychelles dan Madagaskar.

Perjalanan Ekspedisi Kapal Borobudur: Indonesia to Africa 2003 itu akan membuktikan dugaan selama ini bahwa pada millennium pertama itu, nenek moyang bangsa Indonesia telah memulai penjelajahan dunia menyeberangi samudera-samudera besar jauh sebelum penjelajah- penjelajah Eropa, seperti Christopher Columbus, Vasco da Gamma, dan Ferdinand Magellan melakukannya pada abad ke-15.

Bagi orang awam zaman sekarang, bentuk Kapal Borobudur sangat tidak meyakinkan dan menimbulkan kesangsian apakah kendaraan tersebut dapat selamat menempuh perjalanan menyeberangi Samudera Hindia. Dalam ekspedisi inilah akan dibuktikan kemampuan sesungguhnya dari kapal yang dibuat hampir seluruhnya dengan teknologi abad ke-9 itu.

***

Hampir seluruh bagian Kapal Borobudur terbuat dari kayu. Berdasarkan catatan para pembuatnya di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, sedikitnya tujuh jenis kayu unggulan digunakan untuk membuat kapal tersebut, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon gwagerri), kayu bungor (Lagerstroemia speciosa), kayu jati (Tectona grandis), dan kayu kalimpapa (Vitex gofassus), serta kayu bintagor (Colopphyllum inophyllum).

Mulai dari kerangka utama, dinding-dinding penutup, alas dek, tiang layar, tongkat kemudi, poros cadiknya, hingga dayungnya semua dari kayu. Sementara cadik ganda dan poros penggulung layar kapal terbuat dari bambu pilihan dengan panjang lebih dari 10 meter dan diameter 20 sentimeter.

Keseluruhan kayu dan bambu dirangkai satu sama lain dengan pasak kayu atau diikat dengan tali temali tradisional yang terbuat dari tumbuhan, yaitu sabut kelapa, serat nanas, dan ijuk. Termasuk tali untuk pengikat layar pun terbuat dari tali yang sama.

Tidak satu pun paku besi dan seutas kawat digunakan sebagai penguat konstruksi utama kapal. Hanya di beberapa bagian, ikatan tali temali diperkuat dengan tali plastik dan bahan sejenis nilon yang disebut serat henep.

Dari luar, wajah kapal itu berwarna coklat kusam. Warna kayu asli. Tidak setetes pun cat atau pernis dilaburkan di dinding kapal yang mampu memuat 19 orang penumpang itu.

Menurut Philip Beale (42), penggagas awal ekspedisi ini, hal itu disengaja untuk mewujudkan kapal replika yang benar-benar persis seperti aslinya dulu, karena menurut dugaannya, tidak ada bahan sejenis cat maupun pernis telah ditemukan pada masa tahun 800-an, saat kapal itu pertama kali dibuat.

Keseluruhan desain luar kapal hanya didasarkan pada interpretasi lima gambar relief di Candi Borobudur yang sangat minim ukuran-ukuran teknis. Di dalam gambar relief itu, hanya ditampilkan kapal kayu berukuran sedang dengan dua tiang layar utama di bagian tengah dan belakang, serta satu tiang layar tambahan di bagian anjungan kapal.

Layar yang digunakan pada Kapal Borobudur terbuat dari sejenis kain terpal plastik yang ringan dan kuat. Pada saat diuji coba dalam perjalanan dari Pelabuhan Benoa di Bali menuju Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, layar-layar itu mampu menggerakkan kapal hingga kecepatan maksimum 10 knot atau sekitar 18 kilometer per jam pada kondisi angin bertiup kencang.

Di kedua sisi kapal, terdapat semacam dek tambahan yang diduga menjadi tempat duduk para pendayung. Pada kondisi angin mati atau pada saat bermanuver keluar-masuk pelabuhan, kapal digerakkan oleh pendayung tersebut, bukan oleh layar.

Di bawah masing-masing tempat pendayung, terdapat cadik yang terentang ke sisi kiri kanan kapal. Tiap cadik terdiri atas cadik ganda terbuat dari bambu yang disusun bertingkat. Zoulhan (56), pelaut senior dan salah satu pembuat kapal dari Kangean menjelaskan, fungsi cadik kedua adalah untuk mendukung cadik pertama.

“Pada saat cadik pertama masuk ke air, cadik kedua di atasnya akan menahan kapal untuk tidak masuk ke air lebih dalam lagi,” paparnya.

Teknologi yang diterapkan untuk sistem layar kapal tersebut diakui oleh kapten kapal Kapten (L) I Gusti Putu Ngurah Sedana masih sangat tradisional dan kuno. Sistem katrol untuk menaik-turunkan layar juga masih sangat tradisional, tanpa menggunakan roda katrol yang dapat diputar, tetapi hanya berupa balok kayu yang dilubangi untuk jalur lewat tali-tali layar.

“Saya membutuhkan waktu sampai sebulan untuk mempelajari sistem layar kapal ini, karena sangat berbeda dengan layar-layar yang digunakan sekarang,” ujar Putu.

Kapal itu juga dilengkapi dengan perahu kayu kecil lengkap dengan dayungnya. Perahu itu digunakan untuk merapat ke daratan pada saat kapal tidak bisa berlabuh hingga ke tepi pantai dan dapat juga digunakan pada kondisi darurat sebagai perahu penyelamat.

***

Di bagian dalam, lambung kapal sepanjang 18,29 meter dan lebar 4,25 meter itu dibagi menjadi tiga bagian utama. Desain kabin bagian dalam kapal seluruhnya adalah hasil rekaan, karena pada gambar relief Candi Borobudur sama sekali tidak dimunculkan gambar bagian dalam kapal.

Di bagian depan kabin kapal, digunakan untuk tempat tidur penumpang dan awak kapal. Terdapat 16 kabin yang terdiri atas dua lajur tempat tidur susun terbuat dari kayu, masing- masing delapan di setiap sisi kapal. Masing-masing ruang tidur berukuran tidak lebih dari dua kali satu meter persegi dengan tinggi ruang kurang dari satu meter.

Di bagian tengah kabin, digunakan untuk ruang makan dan ruang navigasi. Di sebelah kanan terdapat satu set meja dan kursi makan yang terbuat dari kayu. Sementara di sisi kiri terdapat sederet lemari yang digunakan untuk menyimpan jaket pelampung, persediaan logistik, dan peralatan navigasi, seperti peta dan kompas.

Di bagian buritan kapal yang terbuka, dimanfaatkan untuk tiga keperluan sekaligus, yaitu ruang kemudi, dapur, dan tempat mencuci piring. Di buritan itu juga terdapat pompa air tradisional terbuat dari kayu yang digunakan untuk menyedot air laut yang masuk ke lambung kapal.

Sistem kemudi kapal pun sangat tradisional, berupa sirip kayu yang dihubungkan langsung dengan batang pengendali di atasnya. Terdapat dua kemudi, di sisi kiri dan kanan buritan kapal. Apabila kemudi ditarik ke kiri, kapal akan berbelok ke kanan, dan jika ditarik ke kanan, kapal akan berbelok ke kiri.

Menurut Bul (70), salah seorang pembuat kapal dari Kangean yang turut dalam pelayaran perdana Kapal Borobudur dari Bali menuju Jakarta, untuk mencegah air masuk ke dalam kabin kapal, celah-celah antarkayu dinding kapal dilapisi dengan kain dan diisi dengan getah damar.

Sesuai dengan desain aslinya, kapal tersebut sama sekali tidak dilengkapi dengan peturasan untuk buang air besar maupun kecil. Akan tetapi, karena pada ekspedisi kali ini akan diikuti oleh dua peserta perempuan, yaitu Shierlyana Junita Chandrady (21) dari Jakarta dan Niken Maharani (26) dari Bogor, maka dibuatkan peturasan darurat di ujung depan sebelah kanan kapal.

Menurut perancang Kapal Borobudur Nick Burningham, mengingat kapal itu dulunya dirancang untuk perjalanan jauh dan untuk keperluan perdagangan, maka ruang dalamnya didesain cukup luas sehingga mampu membawa awak kapal, perbekalan yang cukup, dan barang-barang dagangan.

Berdasarkan perkiraannya, Kapal Borobudur dirancang mampu membawa maksimal 30 orang, 1.500 liter air tawar, 900 kilogram beras, sekitar satu ton kayu bakar, 0,5 ton bahan makanan dan bumbu-bumbu, 0,5 ton barang-barang pribadi dan peralatan pertukangan, dan ruang yang cukup untuk dua ton komoditas dagang masa lalu, seperti rempah-rempah.

***

Meskipun Philip Beale sangat menginginkan kapal tersebut berwujud persis seperti aslinya dulu pada abad ke-9, tetap saja sentuhan teknologi abad ke-21 harus dijejalkan ke dalam kapal. Selain untuk memenuhi regulasi pelayaran laut internasional, berbagai peralatan teknologi canggih itu sangat penting untuk kepentingan navigasi dan keselamatan para awak dan penumpangnya.

Beberapa peralatan navigasi paling mutakhir dipasang di ruang navigasi untuk melengkapi perlengkapan navigasi standar, seperti kompas, peta, dan sextant untuk menghitung posisi kapal berdasarkan kedudukan bintang.

Di antara beberapa perangkat canggih itu adalah instrumen global positioning satellite (GPS) untuk mengetahui koordinat kapal secara tepat, perangkat NavTex yang menyiarkan informasi mengenai kondisi jalur pelayaran laut di seluruh dunia, sonder untuk mendeteksi kedalaman air di bawah kapal dan benda-benda di bawah air, dan telepon satelit Inmarsat yang mampu digunakan mesti di tengah samudera yang jauh dari daratan mana pun.

Dalam situs resmi ekspedisi tersebut di www.borobudurshipexpedition.com juga disediakan sistem penjejak (tracking system) yang akan memberitahukan posisi terakhir kapal selama di perjalanan sehingga masyarakat umum bisa ikut memantau perjalanan kapal tersebut. Menurut Beale, awak kapal akan melaporkan posisi kapal setiap pukul 12.00 GMT dan kemudian posisi itu akan dimasukkan dalam peta perjalanan yang tersedia di situs tersebut.

Faktor keselamatan awak dan penumpangnya juga menjadi perhatian utama. Kapal tradisional itu dilengkapi dua sekoci (life raft) dan satu perahu karet yang dilengkapi dengan motor tempel. Tiap awak dan penumpang juga mendapatkan satu set jaket pelampung penyelamat. Selain itu juga ada pemancar sinyal darurat (emergency beacon) yang memungkinkan Tim SAR (search and rescue) menemukan lokasi kapal apabila kapal tenggelam.

Untuk menggantikan fungsi para pendayung pada saat kapal bermanuver di pelabuhan maupun di saat angin mati, Kapal Borobudur dilengkapi dengan dua unit mesin motor tempel berkekuatan masing- masing 22 PK. (DAHONO FITRIANTO)

Foto: KOMPAS/DAHONO FITRIANTO

KOMPAS/DAHONO FITRIANTO

Para awak Kapal Borobudur sedang berlatih mengenakan jaket pelampung penyelamat dalam sebuah latihan bahaya darurat, Senin (28/7). Tampak dari kanan kapten kapal Kapten (L) I Gusti Putu Ngurah Sedana, Reg Hill, Philip Beale (di atas memakai kacamata hitam), Alan Campbell (di bawah), dan Niken Maharani (kiri).

 

Artikel Lainnya