Kompas/Wisnu Aji Dewabrata

Peneliti dari Balai Arkeologi Palembang, Tri Marhaeni, menunjukkan konstruksi candi Hindu di Desa Kota Kapur, Kecamatan Mendo, Kabupaten Bangka, Rabu (7/10). Struktur candi Hindu dari zaman pra-Sriwijaya itu terletak di tengah kebun karet milik warga setempat. Upaya pelestarian peninggalan purbakala di situs Kota Kapur terhambat pembebasan lahan yang membutuhkan biaya besar.

Liputan Kompas Nasional

Ekspedisi Sriwijaya: Situs Sriwijaya di Kota Kapur Ditelantarkan

·sekitar 2 menit baca

Situs purbakala di Desa Kota Kapur, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Bangka Belitung, saat ini dalam kondisi telantar. Selain kurang terawat, di sekitar situs juga banyak tumbuh semak dan rumput liar.

Demikian hasil pemantauan Kompas yang ikut dalam tim ekspedisi Sriwijaya yang melakukan pengamatan dan pendataan terhadap kondisi terakhir situs-situs di Kota Kapur, Rabu (7/10). Tim ekspedisi Sriwijaya telah dua hari berada di Kota Kapur untuk melakukan penelitian arkeologi, sosial budaya, dan lingkungan serta mengadakan penyelaman di situs purbakala bawah laut.

Anggota tim ekspedisi Sriwijaya bersama Kompas melakukan pengamatan di lokasi ditemukannya struktur candi Hindu di Desa Kota Kapur dari masa pra-Sriwijaya dan lokasi ditemukannya kepingan kapal kuno. Situs berada di tengah perkebunan karet milik warga dan ditumbuhi semak belukar. Seluruh struktur candi terkubur di dalam tanah, hanya sebagian kecil yang tampak setelah menyibak semak belukar.

Di Desa Kota Kapur terdapat tiga lokasi penemuan struktur candi Hindu, dua lokasi tempat ditemukannya kepingan kapal dari abad VI-VII Masehi, dan masih banyak lokasi penemuan benda purbakala lainnya, termasuk tempat penemuan prasasti Kota Kapur, yang semuanya dalam kondisi kurang terpelihara.

Menurut peneliti Balai Arkeologi Palembang, Tri Marhaeni, pada tahun 2007 pernah dilakukan penggalian struktur candi tersebut saat dilakukan peninjauan oleh Bupati Bangka. Saat itu sudah ada rencana untuk mengembangkan dan memperbaiki kondisi situs, tetapi sampai sekarang belum ada kelanjutannya.

Sabil (27), warga setempat, mengatakan, para pemilik tanah enggan kalau juru pemelihara situs membersihkan lokasi situs dari semak belukar. Pemilik tanah takut tanaman di sekitar situs terganggu karena di sekitar situs terdapat banyak pohon karet dan durian milik warga.

“Pemilik tanah sebenarnya mau kalau tanahnya dibeli pemerintah untuk melestarikan situs. Banyak pengunjung ke sini kecewa karena mereka hanya melihat semak belukar,” kata Sabil.

Pembebasan lahan

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Abdulah Aidid mengutarakan, pemerintah kabupaten menemui hambatan dalam pemeliharaan situs karena masalah pembebasan lahan.

“Kalau situs Kota Kapur mau dibebaskan lahannya, biayanya sangat besar karena lahan milik warga yang harus dibebaskan sedikitnya seluas 100 hektar. Padahal pemerintah kabupaten punya prioritas program lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat,” kata Abdulah.

Abdulah menuturkan, kemampuan Pemerintah Kabupaten Bangka dalam menyelamatkan situs saat ini baru memberikan honor kepada para juru pelihara situs sebanyak 14 orang di 14 situs yang ada di Kabupaten Bangka, termasuk satu juru pelihara di situs Kota Kapur. Juru pelihara mendapat honor sebesar Rp 300.000 per bulan. (WAD)

Artikel Lainnya