KOMPAS/MADINA NUSRAT

Seorang anak penunggang kuda melintas di Jalur Daendels, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Minggu (3/5). Hanya sebagian kecil dari Jalur Daendels yang dibangun untuk proyek pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS) Jawa di Kebumen. Pembangunan JLS di Kebumen juga dibangun di Jalur Diponegoro di pesisir Pantai Kebumen. Rencananya, JLS di Jalur Diponegoro dibangun sepanjang 38,05 kilometer.

Liputan Kompas Nasional

Jalur Diponegoro Dipersiapkan Petani Berharap Jalur Lintas Selatan Memberi Manfaat

·sekitar 4 menit baca

Jalur Diponegoro yang membentang di pesisir selatan Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, dipersiapkan sebagai jalur jalan lintas selatan. Saat ini, di Kecamatan Mirit hingga Kecamatan Puring, yang akan dibangun jalur jalan baru, sudah terpasang patok-patok beton.

Tim Ekspedisi Susur Selatan Jawa 2009 harian Kompas, Minggu (3/5), mengunjungi beberapa daerah yang akan dilewati jalan lintas selatan (JLS) tersebut. Karena kawasan itu dekat dengan area pantai dan jarang dilalui kendaraan bermotor maupun pejalan kaki, tak mudah untuk menemukan bakal JLS.

Berdasarkan pengamatan, bakal jalan sebagian masih berupa gundukan (gumuk) pasir yang dipenuhi semak-semak. Hanya pal ruang milik jalan (RMJ) yang menjadi petanda bahwa di area pantai tersebut akan dibangun JLS dengan ruang jalan selebar 24 meter. Beberapa pal bahkan tertutup semak-semak.

Jalur yang dikenal sebagai jalur perjuangan bala tentara Pangeran Diponegoro, saat menyerang penjajah Belanda tahun 1820-an di wilayah Jawa Tengah (Jateng) bagian barat, kini sudah sepenuhnya dibebaskan kepemilikannya dari petani setempat. Panjang jalur yang telah dibebaskan untuk proyek JLS adalah 38,05 kilometer dan pada umumnya berupa areal pertanian.

JLS di wilayah Kebumen juga melewati jalur Daendels yang berada lebih utara. Kondisi jalan telah beraspal cukup baik. Jalan yang berhubungan dengan ruas JLS di kabupaten tetangga, Purworejo, itu hanya 0,41 kilometer yang bakal menjadi JLS. Wilayah ini juga pada umumnya berupa areal pertanian warga.

Terima ganti rugi

Sejumlah warga Kebumen mengaku telah menerima uang ganti rugi tanah/lahan yang akan dilewati pembangunan JLS. Mereka berharap selain memudahkan akses transportasi antar daerah, pembangunan jalan tersebut juga memberi peluang untuk meningkatkan perekonomian.

Sumardi (60), warga Dusun Aglik, Desa Lembupurwo, Kecamatan Mirit, yang areal pertaniannya dibebaskan untuk JLS, mengatakan, masalah pembayaran pembebasan areal pertanian untuk JLS sudah selesai.

Untuk areal pertanian di Desa Lembupurwo, yang berada dekatbibir pantai, diberi ganti rugi Rp 35.000 per meter persegi. Sementara itu, di Desa Wiromartan di dekat jalur Daendels, ganti ruginya Rp 60.000 per meter persegi.

“Lahan pertanian saya yang kena pembebasan sekitar 1.280 meter persegi, di Desa Wiromartan dan Lembupurwo,” papar Sumardi. Dia berharap JLS bisa mempermudah pengangkutan hasil pertanian jagung yang ditanam di sekitar areal pantai.

“Selama ini, kami mengangkut jagung pakai gerobak dorong. Harus berjalan 1 kilometer untuk mengangkutnya dari ladang ke rumah,” tambah Sumardi.

Ijan (37), warga Lembupurwo, menceritakan, tanahnya seluas 23 meter persegi mendapat ganti rugi sekitar Rp 6 juta. “Uang ganti ruginya sudah diterima tahun lalu. Pohon singkong juga diganti Rp 3.000 per batang,” katanya.

Namun, warga di sekitar jalur Daendels menyatakan yakin kawasan di sana tak akan dilintasi JLS. “Dulu katanya mau lewat sini, tetapi akhirnya sudah dipindahkan,” ujar Ny Suradi (48), warga Desa Brecong, Kecamatan Buluspesantren. (MDN/SON)

Susur Selatan Jawa 2009: Menikmati Yutuk di Pantai Brecong

Saat menyusuri bakal jaringan jalan lintas selatan yang melewati Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Minggu (3/5), Tim Ekspedisi Susur Selatan Jawa 2009 harian Kompas mampir ke Pantai Brecong atau Pantai Setrojenar, di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren.

Saat itu pantai ramai dikunjungi wisatawan. Ada yang mandi di pinggiran pantai yang berpasir, ada pula yang hanya duduk-duduk di bawah tenda plastik menikmati pemandangan ombak.

Di pinggiran pantai, puluhan warung tenda bertebaran menjual makanan dan minuman, di antaranya yutuk. Di kalangan pemancing, penganan itu dikenal dengan nama undur-undur laut (sand flea), yang biasanya digunakan sebagai umpan ikan-ikan besar.

Yutuk adalah binatang yang hidup di dalam pasir, di bibir pantai. Tekstur kulitnya menyerupai kepiting. Bentuknya bulat panjang, sebesar setengah telunjuk orang dewasa.

Binatang tersebut tak memiliki capit seperti kepiting, tetapi memiliki kaki empat pasang.

Peyek

Selain untuk umpan ikan, yutuk dikonsumsi masyarakat pesisir pantai, seperti di Pantai Brecong. Yutuk yang digoreng atau dibuat peyek banyak dijual di pantai itu.

Di warung tenda milik Mujariyah (35), misalnya, ada peyek yutuk yang dimasak lengkap dengan cangkangnya. Satu peyek yang berisi beberapa yutuk dijual Rp 1.000. Sehari Mujariyah menggunakan 500 yutuk untuk bahan peyeknya.

Sementara itu, Sarmo (35), yang berjualan di tenda lain, menjual yutuk goreng tanpa cangkang. Yutuk yang dikemas dalam plastik dan diberi sambal dijual Rp 3.000 dan Rp 5.000.

“Kalau ramai, pada hari libur, makanan ini bisa laku sampai 50 bungkus. Saya sendiri yang mencari yutuk. Semalam saya dapat sekitar 25 kilogram. Langsung saya bersihkan dan goreng pakai bumbu,” ujarnya.

Pada hari Minggu atau libur, anak-anak desa setempat biasanya juga sibuk mencari binatang tersebut. “Yutuknya dimasak ibu di rumah buat makan siang,” ujar Junaedi Setiawan (12), pengunjung pantai.

Saat kami mencicipi yutuk goreng, rasanya gurih seperti udang. Saking asyiknya, tak terasa kami memakan puluhan yutuk. Tahu-tahu kepala kami terasa pusing. Ternyata, mengonsumsinya memang tidak boleh terlalu banyak…. (MADINA NUSRAT/SONYA HELLEN SINOMBOR)

Infrastruktur Bupati Bantul Tak Tahu Kendala JLS

Bupati Bantul Idham Samawi mengaku tidak pernah dilibatkan dalam rencana pembangunan jalan lintas selatan Jawa. Padahal, tiga kecamatan di wilayahnya, yakni Kretek, Sanden, dan Srandakan, rencananya akan dilewati proyek tersebut.

“Selama ini saya merasa koordinasi dari provinsi sangat kurang (soal ganti rugi lahan). Padahal, tentu saya siap memfasilitasi kalau ada masalah dalam pembangunan jalan tersebut,” kata Idham yang ditemui di Dusun Tegalrejo, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (3/5).

Menurut dia, pembangunan jalan lintas selatan (JLS) akan berdampak besar bagi kawasan selatan Bantul. Meski kegiatan pariwisata, pertanian, maupun perikanan di kawasan selatan Bantul cukup maju, infrastruktur penunjang di kawasan itu masih minim dibandingkan dengan kawasan utara.

Dari tiga kabupaten yang dilewati JLS di DI Yogyakarta, saat ini tinggal ruas jalan di Kabupaten Bantul yang belum disentuh. Menurut Asisten Perencanaan Jalan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral DI Yogyakarta Santoso, nilai ganti rugi yang diminta warga Parangtritis terlalu tinggi, Rp 2 juta per meter persegi. (WKM/YOP/ARA)

Artikel Lainnya