Pelabuhan penyeberangan Majingklak, di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, kini terbengkalai akibat pendangkalan muara Sungai Citanduy. Sementara itu, Bandara Nusawiru di Ciamis selatan tak berfungsi optimal setelah operator penerbangan menghentikan aktivitas.
Pelabuhan penyeberangan Majingklak semula digunakan untuk kapal merapat. Kapal yang beroperasi di sana, antara lain, kapal pengangkut penumpang, bahan makanan, sepeda motor, dan mobil, yang rutenya Ciamis-Cilacap.
Pantauan Tim Ekspedisi Susur Selatan Jawa 2009 Kompas, Selasa (5/5), pelabuhan yang dibangun dengan investasi Rp 4 miliar pada tahun 1992 itu mengalami pendangkalan sehingga tak ada kapal penyeberangan yang bisa merapat. Aktivitas penyeberangan kini mengandalkan kapal-kapal kecil berbobot sekitar 7 gros ton.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat (Jabar) Dodi Cahyadi mengatakan, tahun 2007 dialokasikan dana Rp 1 miliar untuk renovasi Pelabuhan Majingklak. Namun, rehabilitasi yang dilakukan ternyata hanya mampu membuat pelabuhan berfungsi untuk kapal-kapal kecil. Itu pun saat air pasang.
“Aktivitas ekonomi antara Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, dan Ciamis kini tak seramai ketika pelabuhan masih berfungsi (dulu),” ujarnya.
Nusawiru
Tak berbeda dengan Pelabuhan Majingklak, Bandar Udara (Bandara) Nusawiru sejak tahun 2004 juga tak berfungsi optimal. Sebelumnya, bandara ini melayani penerbangan reguler Merpati Nusantara Airlines (MNA) dari rute Bandung-Ciamis. MNA hanya membuka penerbangan reguler selama enam bulan.
Awalnya, minat wisatawan menggunakan pesawat reguler ke Nusawiru tinggi. Namun, sejak terjadi tsunami di Aceh tahun 2004, kunjungan ke Pangandaran turun sehingga moda transportasi udara tidak ekonomis.
Nusawiru yang panjang landasan pacunya 1.400 meter dibangun tahun 1996. Bandara itu dibangun untuk mendukung pengembangan wilayah selatan Jabar, terutama sebagai daya dukung pengembangan wisata.
Kepala Bidang Transportasi Udara Dinas Perhubungan Jabar Bambang Sumimbar mengatakan, setelah MNA berhenti beroperasi, belum ada maskapai lain yang membuka rute penerbangan penumpang ke sana. “Kini, hanya sekitar 10 hingga 20 pesawat terbang yang masih mendarat di Nusawiru setiap bulan,” demikian Bambang.
Penerbangan itu pun terkait kunjungan pejabat pemerintah (pusat/daerah) atau pengusaha yang mengangkut hasil perikanan di Pangandaran dan sekitarnya. Saat ini, kata Bambang, sedang diupayakan mencari operator agar Nusawiru bisa dimanfaatkan optimal. (AHA/BAY/ADH)