Sejak era pemerintahan Hindia Belanda, teh telah menjadi komoditas ekspor. Meski tak setenar tanaman perkebunan lain seperti kopi dan gula, teh asal Indonesia kala itu telah dikenal di Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda. Inilah awal perjalanan teh dari bumi pertiwi merambah pasar internasional.
Oleh: Dedy Afrianto
Budidaya teh di Indonesia mulai menggeliat sejak ditanamnya teh jenis Assam yang berasal dari Sri Lanka. Jenis teh ini masuk ke Indonesia pada tahun 1877. Namun, pemerintah kolonial saat itu menilai bahwa teh tidak begitu memberikan keuntungan besar dibandingkan tanaman perkebunan lainnya. Dampaknya, teh hanya dikembangkan secara terbatas di dataran tinggi Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera.
Meski hanya ditanam pada beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, teh dari bumi pertiwi pada masa itu telah menjadi komoditas ekspor. Pada pancawarsa pertama awal abad ke-20, rata-rata ekspor teh per tahun mencapai 8.870 ton dengan nilai 5,2 juta florin.
Volume ekspor teh meningkat pesat pada periode 1910-1914 dengan rata-rata ekspor per tahun lebih dari 24 ribu ton. Nilai ekspor teh saat itu juga meningkat. Kala itu, ekspor teh setiap tahunnya rata-rata mencapai 19,3 juta satuan mata uang florin (gulden Hindia Belanda yang digunakan dalam aktivitas ekspor-impor saat itu).
Hanya dalam rentang masa kurang dari dua dekade, ekspor teh meningkat hingga tiga kali lipat. Kenaikan ekspor teh tak terlepas dari perluasan area penanaman teh yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda di beberapa daerah Pulau Jawa.
Ekspor teh dari Indonesia terus menggeliat hingga meletusnya Perang Dunia II. Pada tahun 1938 atau tahun terakhir jelang perang dunia, sebanyak 71,9 ribu ton teh dijual ke sejumlah negara. Saat era perang dunia pada tahun 1940, Indonesia juga tetap mengekspor teh hingga 72,4 ribu ton.
Ekspor teh kala itu ditujukan ke sejumlah negara utama, yakni Inggris, Belanda, Amerika Serikat, dan Australia. Indonesia berhasil menjadi pengekspor teh hitam ketiga di dunia setelah India dan Sri Lanka. Namun, memanasnya situasi pada era perang dunia dan terputusnya jalur perdagangan pada sejumlah pasar teh utama akhirnya menghambat ekspor teh asal Indonesia.
Periode kemerdekaan
Memasuki periode awal kemerdekaan, ekspor teh kembali menggeliat. Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, dan Australia menjadi pasar utama bagi Indonesia. Namun, pada periode 1955 hingga 1960, rata-rata ekspor teh di Indonesia hanya mencapai 35.000 ton per tahun atau merosot hingga 50 persen dibandingkan sebelum era Perang Dunia II. Kemerosotan ini disebabkan oleh alih fungsi area perkebunan teh pada era penjajahan Jepang.
Angin segar kembali dirasakan di balik sejuknya perkebunan teh pada tahun 1964. Hubungan Indonesia dan Belanda yang sempat retak perlahan kembali pulih. Dampaknya, Indonesia dapat kembali memasarkan teh ke negeri kincir angin tersebut. Pada era itu, sekitar 17.000 ton teh Indonesia masuk ke Belanda setiap tahunnya atau sekitar 50 persen dari total ekspor teh di Indonesia tahun 1966 yang mencapai 33.244 ton.
Dalam bukunya berjudul Perkembangan Teh, Kopi, Cokelat, Internasional (1978) PS Siswoputranto menuliskan, terdapat suatu persoalan yang dihadapi oleh Indonesia saat itu, yaitu usia tanaman teh yang telah tua dan minimnya upaya pemeliharaan dan peremajaan tanaman.
Kondisi ini turut menjadi perhatian pemerintah pada era orde baru. Sejumlah upaya perbaikan dilakukan, seperti rehabilitasi perkebunan teh hingga penggantian mesin dan peralatan di pabrik pengolahan teh.
Upaya yang dilakukan ternyata berdampak pada peningkatan produktivitas dan ekspor teh. Pada tahun 1970, ekspor teh telah mencapai sekitar 35 ribu ton atau meningkat lebih dari seribu ton dibandingkan empat tahun sebelumnya.
Australia, Belanda, Amerika Serikat, dan Inggris masih menjadi tujuan utama ekspor teh bagi Indonesia. Ekspor dilakukan dalam bentuk teh daun. Selain itu, teh bubuk juga diekspor ke sejumlah negara seperti Belanda, Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman Barat.
Ekspor teh terus meningkat hingga tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 1974, total teh yang diekspor berada di atas 50 ribu ton. Lebih kurang dua pertiga teh yang diekspor negeri ini berwujud teh daun, sedangkan sekitar sepertiga selebihnya diekspor dalam bentuk teh bubuk.
Indonesia semakin memperluas jangkauan ekspor teh pada era ini. Selain negara-negara yang setia menikmati teh Indonesia seperti Australia dan Amerika Serikat, teh Indonesia juga merambah negara-negara di Asia seperti Bangladesh, Malaysia, Singapura, hingga Filipina.
Pada masa itu, teh asal Indonesia lebih banyak dijual pada pedagang perantara tanpa melalui pelelangan teh. Penjualan teh dilakukan berdasarkan sampel dari kantor pemasaran bersama. Sementara perkebunan teh swasta kala itu juga menjual teh kepada pedagang perantara yang berada di Jakarta. (Siswoputranto, 1978)
Memasuki periode reformasi, teh Indonesia tetap dijual ke negara lain. Sayang, volume ekspornya jauh mengalami penurunan dari sekitar 105 ribu ton di tahun 2000 menjadi di kisaran 49 ribu ton saja pada tahun 2018 lalu.
Teh Jawa Timur
Saat ini, salah satu daerah pengekspor teh di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur. Teh yang berasal dari lahan milik PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) dijual ke sejumlah negara di kawasan Asia, Australia, hingga Eropa. Menurut catatan PTPN XII, dari 1.848 ton produksi teh tahun 2018 lalu, 758,3 ton di antaranya diekspor ke negara lain.
Malaysia menjadi negara tujuan utama ekspor dari PTPN XII. Sepanjang tahun 2018 lalu, total ekspor teh ke Malaysia mencapai 216,5 ton teh atau sebesar 28,5 persen dari total ekspor teh PTPN XII.
Penjualan teh ke Malaysia cenderung fluktuatif. Pada tahun 2014, Malaysia mengimpor sebanyak 342 ton teh dari PTPN XII. Volume ini turun menjadi 250 ton pada tahun 2015 dan naik kembali menjadi 301,9 ton pada tahun 2017. Selain Malaysia, PTPN XII juga menjual teh ke Singapura sebanyak 181 ton teh sepanjang tahun 2018 lalu. Jumlah ini setara dengan 24 persen dari total ekspor teh ke sejumlah negara.
PTPN XII juga mengekspor teh hingga ke Ukraina sebanyak 18,5 ton teh dengan nilai ekspor sebesar 38.220 Dollar AS. Meski dalam jumlah kecil, teh asal Jawa Timur telah berhasil menembus pasar Eropa.
Menurut Direktur Operasional PTPN XII, Anis Febriantomo, diminatinya teh dari Jawa Timur oleh sejumlah negara tak terlepas dari perbaikan kualitas teh yang dilakukan. Hal ini telah dilakukan oleh PTPN XII dalam berbagai hal, salah satunya adalah kualitas daun yang dipetik.
Hingga kini, PTPN XII mengutamakan pola petik P+2 atau pucuk dan dua daun di bawahnya. Selain itu, juga dilakukan pelatihan pemetikan daun teh kepada para pemetik teh. Kondisi inilah yang menyebabkan peningkatan kualitas daun teh yang dihasilkan.
Penjualan teh ke sejumlah negara membuktikan bahwa teh asal Indonesia masih dilirik oleh negara lain selama lebih dari satu abad. Pengakuan berbagai negara akan produk teh Indonesia itu, menjadi salah satu tantangan industri teh nasional untuk memproduksi teh yang tetap atau bahkan lebih berkualitas. Produk teh Indonesia, sangat berpeluang dikenal secara lebih luas, baik di dalam maupun luar negeri. (Litbang Kompas).