Jawa Barat 2

Kebun Teh Rakyat, Bukan Sebuah Elegi…

·sekitar 6 menit baca

 

 

Luas perkebunan teh rakyat menyusut hingga ribuan hektar dalam kurun waktu satu dekade. Kondisi ini dialami daerah-daerah sentra perkebunan teh di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Namun, kondisi itu bukanlah sebuah elegi. Masih ada asa yang dapat digantungkan dari area perkebunan teh milik rakyat untuk masa depan industri teh di tanah air.

Oleh Dedy Afrianto

Kebun teh rakyat merupakan budidaya yang diusahakan secara mandiri oleh masyarakat tanpa berbentuk badan usaha. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, perkebunan rakyat adalah bagian dari perkebunan teh yang terluas di Indonesia.

Pada tahun 2018 lalu, luas area perkebunan teh rakyat mencapai 52.156 hektar (ha) atau 50 persen dari total luas kebun teh nasional. Perkebunan teh rakyat lebih luas dibandingkan dengan perkebunan milik negara (26.788 ha) dan swasta (25.476 ha).

Namun, di balik luasnya perkebunan teh milik rakyat, terbesit beberapa persoalan mendasar, salah satunya adalah dari sisi produksi daun teh kering. Meski berstatus sebagai kebun teh terluas, daun teh yang dihasilkan hanya mencapai 35 persen (49.269 ton) dari total produksi teh nasional pada 2018 lalu. Produksi kebun teh rakyat lebih kecil dibandingkan dengan kebun milik negara yang menyumbang 39 persen (54.555 ton) dari total produksi daun teh kering dalam negeri.

Secara rata-rata, jumlah produksi teh dari perkebunan rakyat per satuan hektar juga lebih kecil jika dibandingkan dengan perkebunan milik negara maupun swasta. Pada 2018 lalu, perkebunan teh rakyat dari tanaman menghasilkan (mature) memproduksi 1,4 ton daun teh kering per hektar. Rata-rata teh yang dihasilkan ini lebih rendah dibandingkan dengan kebun teh milik negara (1,8 ton/ha) dan milik swasta (1,5 ton/ha).

 

Penyusutan

Selain produksi, persoalan lainnya yang dihadapi adalah penyusutan area perkebunan teh rakyat hingga ribuan hektar. Dalam kurun waktu satu dekade, luas perkebunan teh rakyat menyusut hingga sembilan persen. Pada tahun 2009, masih terdapat 57.126 ha kebun teh rakyat di Indonesia. Luas area ini berkurang hingga menjadi 52.156 hektar pada tahun 2018.

Penyusutan area terjadi pada daerah-daerah utama penghasil teh. Di Jawa Tengah, luas area perkebunan teh rakyat menyusut sebesar 7 persen atau 348 hektar dalam kurun waktu 10 tahun sejak 2009 hingga 2018.

Jawa Barat menjadi provinsi dengan luas area penyusutan perkebunan teh rakyat terbesar di Indonesia, terutama pada tanaman teh produktif. Sejak tahun 2009 hingga 2018, perkebunan teh produktif menyusut hingga 4.905 hektar atau sebesar 15 persen.

Luas area kebun teh rakyat produktif yang menyusut di Jawa Barat setara dengan dua kali luas dari kebun teh milik rakyat di Provinsi Sumatera Barat. Artinya, terjadi alih fungsi perkebunan teh dalam skala besar di Jawa Barat dalam kurun waktu satu dekade.

Penyusutan luas perkebunan teh di Jawa Barat menjadi alarm bagi perkebunan teh di Indonesia. Pasalnya, Jawa Barat menjadi provinsi dengan area perkebunan teh rakyat terluas di Indonesia, yaitu 44.890 hektar. Luas ini setara dengan 86 persen dari total luas lahan kebun teh rakyat secara nasional. Perkebunan teh rakyat di Jawa Barat jauh lebih luas dibandingkan daerah lainnya seperti Jawa Tengah (4.750 ha), Sumatera Barat (2.315 ha), DI Yogyakarta (150 ha), Jawa Timur (45 ha), dan Banten (6 ha).

Jika dibandingkan dengan luas perkebunan teh secara nasional, area perkebunan teh rakyat di Jawa Barat memberikan kontribusi hingga 43 persen dari total luas perkebunan teh di Indonesia. Kontribusi ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan perkebunan besar milik negara (15 persen) dan perkebunan besar swasta (18 persen) di Jawa Barat.

 

Harapan

Meski area perkebunan teh rakyat menyusut, kondisi ini tak mesti dimaknai sebagai nyanyian ratapan atau elegi bagi sektor perkebunan teh di Indonesia. Sebab, masih terbesit asa dari sektor perkebunan teh rakyat, terutama jika melihat produktivitas teh yang dihasilkan.

Dari sisi produksi, Jawa Barat menjadi wilayah dengan total produksi kebun teh rakyat terbesar di Indonesia. Jika dirata-ratakan berdasarkan luas area tanaman produktif, produksi perkebunan teh rakyat mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2009, setiap hektar tanaman teh produktif dapat menghasilkan 1,1 ton daun teh kering. Jumlah ini mengalami kenaikan secara perlahan hingga pada tahun 2018 lalu menjadi 1,5 ton per hektar.

Kompas/Rian Septiandi

pemetik teh rakyat di Kabupaten Sukabumi

Meningkatnya rata-rata produksi teh rakyat berbanding lurus dengan kenaikan total produksi dari perkebunan teh rakyat di Jawa Barat. Pada tahun 2009, jumlah produksi tanaman teh hanya mencapai 36.556 ton. Jumlah produksi ini meningkat hingga mencapai 41.928 ton pada tahun 2018 lalu atau 85 persen dari total produksi perkebunan teh rakyat secara nasional.

Kondisi ini menggambarkan adanya suatu harapan dari sisi produktivitas perkebunan teh di Jawa Barat yang menjadi “induk” perkebunan teh di Indonesia. Meski luas area perkebunan teh menyusut, produksi teh justru mengalami kenaikan.

Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kenaikan produktivitas dari perkebunan teh rakyat di Jawa Barat. Pertama adalah adanya upaya perbaikan kualitas yang dilakukan oleh petani teh. Hal ini salah satunya dilakukan oleh Ferri Kurnia, petani teh di Kecamatan Takokak, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Ferri menggunakan metode pemetikan dengan analisa pucuk halus P+3. Artinya, daun teh yang dipetik adalah pekoe atau pucuk teh beserta tiga daun di bawahnya. Pemetikan dilakukan secara manual menggunakan tangan. Strategi ini berhasil meningkatkan produktivitas perkebunan teh. Pemetikan pun dapat dilakukan sebanyak satu kali dalam satu minggu. Strategi ini kemudian diikuti oleh petani teh lainnya di sekitar perkebunan milik Ferri.

Faktor kedua adalah pemetikan sporadis. Cara ini berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh Ferri. Sebab, analisa pucuk tidak lagi dilakukan dalam proses pemetikan teh. Daun teh dipetik hingga daun-daun tua sekalipun. Cara ini juga berdampak pada banyaknya daun teh yang dipetik, meski dengan kualitas rendah.

 

Tantangan

Namun, di balik kenaikan produksi teh rakyat, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi, salah satunya adalah kenaikan produksi yang masih bersifat fluktuatif. Pada tahun 2013, misalnya, produksi teh dari perkebunan rakyat di Jawa Barat mencapai 42.453 ton, atau meningkat sebesar 666 ton dibandingkan tahun 2010. Pada tahun 2014, jumlah produksi ini menyusut sebesar 2.050 ton menjadi 40.403 ton. Produksi teh kemudian perlahan kembali naik pada tahun 2017 (40.607 ton) dan tahun 2018 (41.928 ton).

Fluktuasi produksi perkebunan teh salah satunya dirasakan oleh Heri Juhaeri, petani dan pengepul daun teh basah di Jawa Barat. Heri mencatat, volume teh yang berhasil dikumpulkan pada beberapa daerah di Jawa Barat selalu mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2011, total daun teh basah yang berhasil dikumpulkan oleh Heri pada beberapa daerah di Jawa Barat mencapai 269 ton. Daun teh basah yang berhasil dikumpulkan meningkat hingga mencapai 415 ton pada tahun 2015. Namun, sejak tahun 2016 hingga 2018, jumlah daun teh basah yang dikumpulkan mengalami penurunan.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pekerja lahan menimbang daun teh hasil panen di perkebunan teh Kampung Cijeruk, Sukamekar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (27/6/2019).

Bahkan, pada tahun 2018, Heri hanya berhasil mengumpulkan 239 ton daun teh basah atau menyusut sebesar 42 persen dibandingkan daun teh basah yang diraih tahun 2015. Menurut Heri, fluktuasi produksi ini merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya adalah minimnya pemupukan demi menekan biaya produksi.

Tantangan selanjutnya adalah dari sisi harga jual. Supian Munawar, petani teh di Cisurupan, Garut, Jawa Barat, mengatakan, pembenahan perlu dilakukan oleh pemerintah dari sisi harga jual. Sebab, hingga Juni 2019 lalu teh rakyat masih dihargai dengan harga rendah, yaitu sekitar Rp 2.400 per kg.

Merujuk data dari Dewan Teh Indonesia, harga teh ini sedikit di atas rata-rata harga teh pucuk di Garut per 27 April 2016 sebesar Rp 2.200 per kg. Padahal, pada dekade 1980-an hingga 1990-an awal, harga satu kilogram teh sama halnya dengan harga satu kilogram beras beserta lauk pauk.

Seiring dengan kuantitas yang meningkat, peningkatan kualitas daun teh petik dibutuhkan untuk meningkatkan harga jual teh. Jika itu dilakukan, bukan hal mustahil teh dari perkebunan rakyat dapat menjadi bahan baku teh berkualitas di Indonesia. Tentu, kondisi ini akan memberikan efek domino bagi kesejahteraan petani teh. (Litbang Kompas)

Artikel Lainnya