KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Tarsius (Tarsius fuscus) keluar dari sarangnya di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (19/6/2019). Primata terkecil di dunia itu adalah salah satu satwa endemik Sulawesi. Tarsius tergolong dalam satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 dan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999. Satwa ini termasuk Apendiks II dalam Convention on International Trade in Endangered Species (CITES 2003) dan termasuk vulnerable dalam Red List yang dikeluarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN 2011).

Sulawesi Selatan

”Tikus Duduk” dari Bantimurung

Oleh Aris Prasetyo
·sekitar 3 menit baca

Oleh orang-orang di Makassar, Sulawesi Selatan, tarsius disebut dalam bahasa mereka sebagai balau cangke atau ”tikus duduk”. Sekilas, tarsius mirip dengan tikus dari penampakan ekor dan telinga. Setidaknya, ada dua spesies tarsius yang dikenal di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, yaitu Tarsius pumilus dan Tarsius fuscus.

Pada laman Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, tarsius dapat ditemukan pada area berketinggian 45-626 meter di atas permukaan laut (mdpl). Adapun di kawasan taman nasional yang masuk wilayah Kabupaten Pangkajene Kepulauan, tarsius bisa ditemukan di ketinggian hingga 1.200 mdpl. Sayangnya, tidak ada pengukuran pasti mengenai populasi tarsius di alam liar.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Tarsius (Tarsius fuscus) memakan belalang di luar sarangnya di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (19/6/2019). Primata terkecil di dunia itu adalah salah satu satwa endemik Sulawesi.

Menengok data dalam Daftar Merah Badan Konservasi Dunia (IUCN Red List), status konservasi Tarsius pumilus adalah kurang data (data deficient). Status ini diberikan kepada spesies yang sudah dievaluasi, tetapi masih kekurangan data untuk dimasukkan dalam salah satu kategori. Sementara untuk Tarsius fuscus, status konservasinya adalah rentan (vulnerable). Status ini diberikan kepada spesies yang rentan mengalami kepunahan.

”Sulawesi adalah pulau paling unik dan paling besar dalam kawasan Wallacea. Sekitar 70 persen mamalia di sana berkategori endemik. Adapun seluruh jenis primata di Sulawesi berjenis endemik,” ucap Guru Besar Biologi Konservasi Universitas Indonesia Jatna Supriatna dalam sebuah diskusi mengenai potensi kawasan Wallacea, beberapa waktu lalu, di Jakarta.

Tarsius adalah hewan yang aktif pada malam hari atau nokturnal. Primata kecil ini gemar sekali memakan serangga, terutama belalang. Ia memiliki suara melengking tinggi yang juga berfungsi sebagai penanda teritorial mereka.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Tarsius (Tarsius spectrum) memakan belalang di sarangnya di batang pohon fikus di Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus, Kota Bitung, Sulawesi Utara, Senin (17/6/2019). Tarsius atau yang dikenal juga dengan nama tangkasi merupakan jenis primata kecil yang aktif mencari makan serangga pada malam hari.

Monyet hitam dare

Selain tarsius yang unik, Sulawesi Selatan juga punya primata endemik, yaitu Macaca maura atau dikenal sebagai monyet hitam dare. Jenis ini merupakan salah satu dari tujuh jenis macaca Sulawesi yang dikenal sejauh ini. Enam jenis lainnya adalah Macaca nigrescens, Macaca nigra, Macaca ochreata, Macaca tonkeana, Macaca hecki, dan Macaca brunnescens.

Macaca maura tidak punya jambul dan sebagian dari mereka memiliki bulu berwarna putih. Habitat monyet jenis ini ada di hutan primer di ketinggian 2.000 mdpl. Status konservasi yang diberikan pada primata tersebut adalah terancam (endangered). Status ini diberikan kepada spesies yang berisiko tinggi mengalami kepunahan di masa mendatang.

 

ASWIN RIZAL HARAHAP

Monyet jenis Macaca maura banyak ditemukan di kawasan hutan Karaenta, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Pulau Sulawesi dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi berkat proses pembentukannya yang unik jutaan tahun silam.

Menurut Manajer Program Yayasan Selamatkan Yaki Harry Hilser, monyet Sulawesi punya peran penting dalam sebuah ekosistem. Monyet-monyet tersebut membantu penanaman berbagai macam tumbuhan hutan lewat biji yang termakan dan dibuang bersama kotoran. Apabila populasi mereka di alam liar berkurang, bisa jadi jumlah tanaman di hutan bakal berkurang.

”Memang masih ada ancaman berupa perburuan ilegal dan kondisi habitat yang terus berkurang akibat perubahan alih fungsi. Ini yang patut diwaspadai. Satwa ini termasuk istimewa karena sifatnya yang endemik dan hanya bisa ditemukan di Sulawesi,” ujar Harry.

Artikel Lainnya