KOMPAS/HARRY SUSILO

Anggota Tim Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia Indonesia berusaha mendirikan tenda di tengah terpaan hujan salju di kamp satu Denali, Alaska, AS, akhir April lalu. Mereka sedang berada di kamp tiga dan berencana menuju puncak Denali pada Sabtu (14/5) besok.

Pendakian Gunung Denali di Alaska

Meniti ke Puncak Denali * Mereka Kian Mendekati Pucuk yang Tinggi

·sekitar 4 menit baca

Angin mendera Tim Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia Indonesia saat merayap meniti tali di tebing salju curam Denali, Alaska, Amerika Serikat. Hawa beku merusak konsentrasi dan terpaan angin bercampur salju mengaburkan pandangan, tetapi semangat juang mereka tetap berkobar.

Kelima pendaki Wanadri bergelantungan di tali kernmantel yang membentang di atas kamp tiga, Basin Camp (4.330 meter di atas permukaan laut/mdpl) menuju kamp terakhir. Mereka berencana menyimpan sebagian logistik di atas kamp tiga sebagai bekal mereka di high camp.

“Cuaca dingin dan berangin kencang. Untung saja di atas membaik. Semuanya berhasil dengan lancar melalui tali,” ujar Kurt Hicks, pemandu dari American Alpine Institute (AAI), Rabu (11/5) waktu setempat.

Kurt, yang empat kali mendaki Denali, memimpin menggeser sebagian logistik ke tempat yang lebih tinggi demi memudahkan mencapai puncak Denali (6.194 mdpl). Denali dalam bahasa suku asli di Alaska, Indian Athabaskan, berarti The High One atau Yang Tinggi.

Sistem pendakian membawa sebagian logistik untuk disimpan di tempat lebih tinggi lalu kembali ke kamp disebut cache and carry system. Mayoritas pendaki di Denali memakai sistem ini karena tiada jasa pembawa barang dan sebagai bentuk aklimatisasi karena oksigen tipis dan suhu beku yang menyiksa.

Tim ekspedisi yang beranggotakan Ardeshir Yaftebbi (28), Fajri Al Luthfi (26), Iwan Irawan (38), Martin Rimbawan (25), dan Nurhuda (23), berencana naik ke puncak Denali dari kamp terakhir pada 14 Mei. Jika cuaca memburuk, mereka akan tinggal di kamp terakhir hingga 19 Mei sambil menunggu momen yang tepat.

Karena pertimbangan cuaca dan suhu ekstrem, tim mengalokasikan waktu enam hari untuk percobaan menuju puncak Denali. Mereka memilih hari dengan cuaca terbaik. Perjalanan dari kamp terakhir menuju puncak diperkirakan 8 jam-16 jam.

“Dalam pendakian Denali, tidak akan ada percobaan kedua. Jadi harus hari yang terbaik,” ucap Ardeshir.

Para pendaki bertolak dari kamp utama Denali, Kahiltna, pada 2 Mei plus membawa beban seberat lebih dari 30 kilo- gram dengan ransel dan sled. Langkah kadang terhuyung karena harus menyeret sled dalam terpaan angin kencang.

Bersama tiga pemandu dari AAI, KurtHicks, Dan Otter, dan Aili Farquhar, pendaki menjalani ekspedisi dengan dua pendaki lain dari Polandia dan Irlandia. Mereka mendaki memakai teknik bergerak bersama dengan terhubung tali satu sama lain.

Kelak sebagian beban dan sled ditinggalkan di kamp tiga mengingat jalur pendakian semakin curam dan pendaki harus memanjat dengan tali. Perjalanan berlanjut dengan memanjat membawa ransel menuju kamp terakhir.

Puncak terdingin

Menjulang kokoh di Alaska, Denali adalah salah satu puncak terdingin di dunia. Itu sebabnya kebanyakan pendaki memilih waktu pendakian saat musim panas, Mei-Juli. Pada musim panas, suhu tetap sangat dingin. Suhu terdingin bisa lebih rendah dari minus 40 derajat celsius dan suhu tertinggi 0-5 derajat celsius.

“Suhu bisa turun drastis jika ada angin kencang,” kata Kurt.

Namun, ada pula pendaki yang mencari tantangan lebih dengan mendaki Denali saat musim dingin, ketika suhu begitu dingin menusuk.

“Suhunya hingga 148 derajat fahrenheit di bawah 0,” tulis Art Davidson di bukunya, Minus 148. Suhu minus 148 derajat fahrenheit ini setara dengan minus 100 derajat celsius.

Dalam buku itu, Art Davidson menceritakan pengalamannya saat menjadi pendaki pertama, bersama Dave Johnston dan Ray Genet. Mereka menjejakkan kaki di puncak Denali saat musim dingin, Maret 1967.

Namun, musibah menimpa kelompok mereka yang beranggotakan delapan orang. Suhu ekstrem membuat tiga pendaki terkena radang beku dan satu pendaki, Jacques Batkin, tewas jatuh ke dalam crevasse.

Agustus 1970, pendaki legendaris Naomi Uemura (Jepang) menjadi pendaki solo pertama yang mencapai puncak Denali. Dengan pengalamannya, Uemura, yang juga mendaki solo ke lima puncak tertinggi di lima benua, mencoba mendaki sendiri lagi ke puncak Denali pada musim dingin Februari 1984.

Dia menjadi pendaki solo pertama yang mencapai puncak Denali saat musim dingin. Namun, saat perjalanan turun, Uemura tidak pernah berhasil mencapai base camp. Dia menghilang dan hingga kini jasadnya belum ditemukan.

Udara tipis

Bersuhu dingin nan mematikan, Denali menjadi salah satu puncak tertinggi dunia yang sulit direngkuh. “Peluang untuk mencapai puncak hanya 50 persen,” ujar Kurt. Selain dingin, udara tipis juga jadi salah satu faktor kesulitan.

Dalam buku berjudul Denali: Summit of North America, Harry Kikstra menyebutkan, tipisnya udara di puncak Denali sama seperti gunung dengan ketinggian 7.000 mdpl di dekat khatulistiwa. Ini karena letak Denali yang hampir mendekati lingkar kutub utara sehingga memiliki kondisi udara yang berbeda.

Dalam sejarah pendakian Indonesia, kelompok pendaki Mapala UI menjadi pionir dengan mencapai puncak Denali pada 7 Juli 1980. Mapala UI mengirim Norman Edwin, Didiek Samsu, Deddy Aloysius Febrianto, dan Sugiono Sutejo. Pendakian itu juga merupakan rangkaian pencapaian tujuh puncak dunia yang saat itu baru pertama kali dirintis di Indonesia.

Pada Juli 2008, tim dari Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Indonesia juga menjalankan ekspedisi dengan mendaki Denali. Mereka mengibarkan bendera Indonesia di puncak. Pendakian itu berakhir dengan musibah. Salah satu pendakinya, Pungkas Tri Baruno (20), mahasiswa Universitas Mercu Buana, tewas saat perjalanan turun dari puncak.

Kini, pendaki Indonesia kembali berpeluang mengibarkan Merah Putih di puncak Denali melalui upaya Tim Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia Indonesia. Mereka kini kian mendekati pucuk Yang Tinggi di ujung paling utara Bumi ini.

Gemuruh angin dan hawa beku Denali tidak menggoyahkan keyakinan para pendaki untuk terus berjuang menuju puncak. Mereka sadar, tujuan utama pendakian adalah turun dengan selamat. Bagaimanapun, pendakian suatu gunung, termasuk Denali, selalu menyuguhkan tantangan sekaligus pelajaran hidup yang berharga. (HARRY SUSILO)

Artikel Lainnya