KOMPAS/HARRY SUSILO

Potret Roger Robinson yang berprofesi sebagai penjaga Taman Nasional Denali.

Pendakian Gunung Denali di Alaska

Sosok: Roger Robinson – Mengabdi untuk Kelestarian Denali

·sekitar 4 menit baca

Meski usianya tak lagi muda, Roger Robinson tetap bersemangat. Ia berjibaku dalam dinginnya Gunung Denali, saat pendaki mulai berdatangan. Ia selalu memasang mata, memastikan kondisi Denali hanya menjadi tempat transit mereka yang berkunjung, bukan kotorannya.

Denali, 6.194 meter di atas permukaan laut, pucuk teratas di kawasan Amerika bagian utara, yang berada di Alaska, Amerika Serikat, ini memesona dan gagah saat dipandang dari Sungai Talkeetna, yang terletak jauh di bawahnya. Pesonanya tak redup meski kita memasuki kawasannya.

“Misi petugas seperti saya adalah melindungi kekayaan alam Denali, dan membuatnya tetap dapat dinikmati banyak orang,” ujar Robinson, saat ditemui di Kahiltna, kamp induk Denali, awal Mei lalu.

Apa yang dia katakan bukan janji manis belaka, tetapi penegasan apa yang diperjuangkannya. Dedikasinya untuk Denali membuahkan hasil tak terkira bagi kepentingan lingkungan.

Lelaki yang bekerja selama 32 tahun sebagai penjaga Taman Nasional Denali inilah yang mendorong terbentuknya regulasi dan sistem untuk memindahkan “kotoran” dari alam bebas ke tempat pembuangan semestinya.

Kotoran pun menjadi barang langka di gunung yang hampir seluruhnya tertutup salju ini. Jika di beberapa gunung dan taman nasional pendaki hanya ditekankan untuk membawa kembali sampah saat turun, maka Denali selangkah lebih maju. Tak hanya sampah, tetapi “hajat” manusia pun diwajibkan dibawa kembali oleh si empunya.

“Bagi kelompok pendaki yang ketahuan meninggalkan hajat atau sampah, dikenakan denda 150 dollar AS (sekitar Rp 1,3 juta) per orang,” kata Robinson sebelum masuk ke tenda tugasnya yang berukuran 3 x 4 meter.

Siang itu, dia baru menyelesaikan tugasnya membentuk landasan darurat untuk helikopter di Kahiltna. Matahari bersinar terik, tetapi hawa dingin tetap menggigit di ketinggian 2.200 mdpl.

Ia mengakui, hal tersulit untuk menjaga kelestarian Denali adalah saat terlalu banyak pengunjung sehingga sulit diawasi. Karena itu, pihak taman nasional membatasi jumlah pendaki Denali hingga 1.500 orang per tahun. “Sejauh ini belum pernah terlampaui.”

Ketika musim pendakian berlangsung, penyelamatan saat terjadi kecelakaan di gunung adalah hal wajib bagi petugas taman nasional. Namun, menurut Robinson, yang lebih penting adalah memastikan alam Denali tak rusak karena pendaki. Maka, semua jenis kotoran perlu dipindahkan.

Untuk sampah organik dan anorganik, setiap kelompok pendaki dibekali plastik oleh pihak taman nasional agar dapat membungkus dan membawanya kembali. Mekanisme ini biasa diterapkan di gunung atau obyek wisata alam di belahan dunia lain.

Toilet portabel

Hal yang menarik adalah sistem pemindahan “kotoran” pencernaan manusia yang biasanya dibiarkan tercecer di salju. Robinson menjawabnya dengan inovasi. Dimulai awal 2001, saat dia menemukan cara dan wadah untuk memindahkan hajat manusia yang higienis dan praktis.

Wadah semacam toilet portabel itu disebut clean mountain cans (CMC). Wadah ini didesain Robinson untuk menampung hajat manusia sekitar enam liter atau dapat digunakan 10-14 kali, ditambah buangan tisu. Penggunaan wadah ini layaknya toilet duduk.

CMC berbentuk bulat dengan diameter 8 inci dan berat sekitar 1,2 kilogram. Kendati ringan, wadah ini berbahan baku yang tahan terhadap benturan dan telah diuji coba dengan dijatuhkan dari ketinggian sekitar 600 meter tanpa ada kerusakan sedikit pun.

Robinson terinspirasi kotak toilet yang biasa digunakan untuk pengarungan sungai-sungai di AS. Bersama dengan petugas taman nasional lain, ia bereksperimen dengan toilet sungai tersebut dalam ekspedisi selama 24 hari ke Denali. Hasilnya, tak satu pun jejak kotoran mereka tinggalkan di gunung itu.

Namun, wadah yang lebih ringan dan praktis diperlukan dalam pendakian gunung dibandingkan saat pengarungan sungai. Terlebih lagi dalam perjalanan ke puncak Denali, pendaki setidaknya sudah membawa beban seberat 30-40 kilogram dengan sled dan ransel karena tak disediakannya jasa pembawa barang.

Setelah berdiskusi dengan rekan-rekan dan produsen toilet portabel, dia mendapat ide untuk menciptakan wadah yang kemudian diberi nama CMC. Setelah mendapat “restu” dari American Alpine Club (AAC) atau asosiasi pendaki di Amerika, ia memesan 50 unit CMC untuk uji coba.

“Sebelum ada CMC, pendaki menggunakan plastik sampah untuk mengangkut limbah mereka. Namun, timbul masalah karena banyak yang menjatuhkannya di crevasse (celah es seperti jurang),” tutur Robinson mengenang.

Setahun kemudian, pada tahun 2002, sudah terdapat 220 unit CMC yang diuji coba oleh lebih dari 500 pendaki, dengan hasil memuaskan. Hingga pihak taman nasional pun memperbanyak pengadaan CMC, mencapai 1.100 unit pada 2007.

Biaya perawatan dan pengadaan wadah buatan Geo Toilet System ini diperoleh dari sebagian biaya administrasi yang dikenakan kepada pendaki Denali sebesar 200 dollar AS (sekitar Rp 1,8 juta). Alhasil, Denali tak hanya tersohor karena hawa dingin, tetapi juga kebersihan alamnya.

Prihatin sejak kuliah

Bagi Robinson, menjaga Denali tetap bersih adalah perjuangan yang harus dilakukan tanpa pamrih. Terlebih perjuangan untuk membersihkan Denali tersebut berevolusi dari masa ke masa, dengan melibatkan pendaki.

Pemikiran itu jugalah yang terlintas di benak Robinson saat memutuskan menjadi petugas taman nasional Denali tahun 1979.

“Hasrat saya untuk menjaga Denali tetap bersih, yang membawa saya tetap menjadi ranger (petugas taman nasional),” ucapnya.

Semasa kuliah, Robinson senang berpetualang, termasuk salah satunya mendaki Gunung Denali. Hanya saja, tak seperti remaja umumnya, Robinson muda sudah prihatin dengan kondisi Denali yang saat itu penuh sampah.

“Sejak awal mendaki Denali tahun 1975, saya selalu membersihkan sampah yang ada di sana. Saya terus berpikir, berusaha mencari cara terbaik bagaimana agar Denali bisa bersih,” katanya.

Kemudian muncul keinginannya untuk turut serta dalam pengelolaan pendakian dengan tujuan menjadikan Denali bersih. Hal itu sejalan dengan jurusan kuliah yang diambilnya, Manajemen Sumber Daya Obyek Wisata di Oregon State University.

Robinson bisa tersenyum atas hasil kerja kerasnya. Tetapi, tugasnya belum selesai. Kendati telah menjadi ranger gaek, lelaki ini masih kerap berpatroli di Denali. Ia mengantisipasi adanya pendaki “nakal” yang membuang kotorannya sembarangan.

Artikel Lainnya