Oleh Kornelis Kewa Ama
Tak hanya untuk penerangan rumah penduduk, listrik juga bisa memicu produktivitas tanaman budidaya pertanian. Di Desa Fatoi, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, sebuah program bernama Agro Electrifying diselenggarakan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk memenuhi kebutuhan listrik kelompok tani.
Ada enam kelompok tani buah naga di Timor Tengah Utara (TTU) yang terlibat dalam program ini. Program Agro Electrifying adalah program elektrifikasi di sektor pertanian. Program ini diharapkan dapat menaikkan produktivitas buah naga yang dibudidayakan petani.
Sebagai salah satu tanaman tropis, pohon buah naga membutuhkan sinar matahari yang cukup. Lewat rekayasa dengan menggunakan lampu jenis light emitting diode (LED), pada malam hari tanaman buah naga diterangi lampu mulai pukul 18.00 sampai pukul 06.00 keesokan harinya selama 2 bulan. Selanjutnya, setelah muncul bunga dan mulai berbuah, durasi lampu dikurangi menjadi 6-8 jam pada malam hari.
”Berdasarkan penelitian ilmiah dan uji coba, tanaman buah naga yang diberi penerangan lampu jenis LED untuk mengatur suhu di perkebunan memberi hasil yang lebih produktif. Bunga dan buah naga muncul tidak berdasarkan musim. Dari sebelumnya hanya bisa panen sekali dalam setahun, kini bisa panen tiga kali dalam setahun,” kata General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTT Agustinus Jatmiko di Kupang, Senin (18/10/2021).
Tanaman buah naga di lahan seluas 1 hektar sebelumnya hanya menghasilkan buah naga sebanyak 3 ton, tetapi kini menjadi 8,5 ton per tahun. Buah naga dijual dengan harga Rp 25.000 per kilogram di tempat panen, sementara di swalayan atau toko buah dijual Rp 35.000 per kg pada musim panen. Di luar musim panen, harga buah naga bisa mencapai Rp 40.000-Rp 45.000 per kg.
Agus Manas, salah satu pembudidaya buah naga di Desa Fatoi, mengatakan, dirinya adalah salah satu penerima 200 lampu dalam program Agro Electrifying dari PLN. Lampu tersebut diperoleh secara cuma-cuma sebagai uji coba pengembangan buah naga melalui rekayasa dengan lampu jenis LED.
”Keuntungan ini akan saya gunakan untuk memperluas lahan buah naga di lokasi lain dengan sistem lampu jenis LED serupa meski berbayar. Pohon buah naga dengan rekayasa lampu jenis LED ini bisa berproduksi pada saat bukan musimnya dan harganya bisa menjadi Rp 45.000 per kg di lokasi,” tutur Manas.
Pertama kali
Manajer PLN Unit Layanan Pelanggan Kefamenanu, TTU, I Ketut Artha Yasa menambahkan, sebanyak 400 lampu jenis LED dipasang di lahan petani seluas sekitar 7.000 meter persegi yang ada di TTU dengan daya masing-masing 15-20 watt. Lampu diletakkan dari titik pohon berjarak 1-1,5 meter.
”Program ini bantuan untuk petani pohon buah naga sebagai percontohan. Ini yang pertama di NTT. Sebelum program ini diluncurkan, saya juga mengumpulkan informasi di internet. Ternyata program serupa sedang dikembangkan di Banyuwangi, Jawa Timur, dan sangat sukses,” ujar Artha Yasa.
Setelah diberi lampu listrik, pohon naga yang sebelumnya butuh waktu 6 bulan baru berbunga kini dalam usia 2,5-3 bulan sudah mulai berbuah. Prosesnya pun berlangsung secara simultan. Sebagian pohon yang dipanen, yang lain masih dalam proses berbunga, berbuah kecil, sedang, dan buah matang menuju panen.
”Secara rata-rata, satu pohon bisa berbuah tiga kali dalam satu tahun dari sebelumnya yang hanya satu kali saja dalam setahun. Yang terpenting juga adalah perawatan, yakni pupuk, penyiraman, dan penyemprotan,” ujar Artha Yasa.
Jika ada petani yang membutuhkan lampu serupa di lahan pohon naga, kata Artha Yasa, PLN siap membantu pemasangan lampu. Lampu jenis LED berstandar SNI dijual seharga Rp 30.000-Rp 35.000 per unit, fitting lampu Rp 7.000-Rp 10.000 per unit, sementara panjang kabel tergantung dari luas kebun dan jarak dari titik penyaluran. Harga kabel SNI Rp 12.000-Rp 15.000 per meter.
Tak hanya untuk penerangan dalam rumah, ketersediaan listrik di kebun-kebun petani terbukti dapat meningkatkan produktivitas.