KOMPAS/AHMAD ARIF

Penyu hijau (Chelonia mydas) yang banyak dijumpai di Pulau Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, hanya satu dari kekayaan bahari kawasan ini, Sabtu (7/2). Namun, potensi wisata kawasan ini belum tergarap optimal karena mahal dan minimnya sarana dan prasarana transportasi.

Liputan Kompas Nasional

Jelajah Kalimantan: Derawan, Oase di Perjalanan

·sekitar 2 menit baca

Penyu hijau atau Chelonia mydas yang berenang di air laut jernih, deretan pohon kelapa, rumah-rumah panggung, dan langit biru menjadi obat lelah setelah semalaman tertahan di jalan berlumpur dari Malinau ke Tanjung Redeb. Itulah Pulau Derawan, salah satu dari deretan pulau berpasir putih di Kawasan Konservasi Laut Berau, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Pulau ini dapat dicapai setelah mengarungi laut selama 30 menit naik speedboat atau kapal cepat, dari Tanjungbatu, pelabuhan terdekat.

Tanjungbatu dapat ditempuh lewat jalan darat dari Tanjung Redeb, ibu kota Kabupaten Berau. Perjalanan melintasi jalan aspal mulus itu cukup dua jam, empat tahun lalu, ketika masih berupa tanah licin, Kompas melaluinya dalam waktu empat jam.

Selain Pulau Derawan, di gugusan konservasi ini juga terdapat Pulau Maratua, Sangalaki, Kakaban, dan Semama, kesemuanya terkenal dengan keindahan terumbu karang dan keanekaragaman hayati lautnya, beberapa di antaranya adalah penyu hijau, penyu sisik, paus, lumba-lumba, kima, ketam kelapa, dan duyung.

Deni Pande, pemilik speedboad Tanjungbatu-Derawan, mengatakan, kunjungan turis agak ramai saat akhir pekan. Senin sampai Kamis nyaris tiada turis yang datang. Kondisi itu berbeda saat Derawan menjadi salah satu tempat pelaksanaan pertandingan voli pantai dan layar pada Pekan Olahraga Nasional Ke-17 Kaltim, Juli 2008.

“Waktu itu semua penginapan penuh, saya sampai tidur di perahu,” kata Deni.

Penghasilannya melonjak drastis. Selama PON berlangsung sekitar dua minggu, bapak satu anak itu sukses menangguk pendapatan Rp 30 juta dari jasa mengantar rombongan dengan perahu cepat. “Setelah PON, wisatawan Derawan kembali lesu,” kata Deni.

Handi Suwandi (25), pengelola cottage, mengatakan, kunjungan turis baik lokal, domestik, maupun mancanegara bila dirata-rata berkisar 10 sampai 15 rombongan setiap minggu.

“Kunjungan sepi karena belum ada angkutan reguler ke Derawan dan pulau-pulau sekitarnya,” kata Handi.

Sebagai pusat wisata, Pulau Derawan memang tak diragukan. Akan tetapi, akses ke sana masih menjadi persoalannya. Jalan darat dari Samarinda menuju Berau hancur-hancuran, terutama di sekitar kawasan Muara Wahau. Di titik ini, sering kali kendaraan terjebak lumpur hingga berhari-hari.

Wisatawan yang lebih berduit biasanya memilih angkutan udara dari Bandara Sepinggan, Balikpapan, menuju Bandara Kalimarau, Tanjung Redeb, bertarif Rp 500.000-Rp 700.000 sekali jalan. Wisatawan dari Jakarta harus terlebih dulu terbang ke Bandara Balikpapan-bandingkan dengan tiket pesawat menuju Bali dari Jakarta yang bisa dicapai dengan penerbangan murah Rp 300.000.

Dari Tanjung Redeb tak ada satu pun angkutan reguler ke Tanjungbatu, dermaga ke Derawan. Agar sampai ke Tanjungbatu, wisatawan harus merogoh Rp 300.000 untuk menyewa mobil, atau Rp 50.000 per orang sekali jalan. Ke Derawan juga tak ada perahu reguler. Kita harus menyewa perahu cepat berkapasitas 12 orang dengan ongkos Rp 600.000-Rp 800.000 sekali jalan.

Dengan biaya transportasi sebesar itu dan infrastruktur jalan darat menuju Tanjung Redeb yang masih hancur, potensi wisata Derawan pun menjadi sia-sia. Pantas saja, keindahan Pulau Derawan sore itu seakan hanya menjadi milik kami, karena hampir tak ada pengunjung lain yang datang ke sana…. (BRO/AIK/RYO)

Artikel Lainnya