KOMPAS/AHMAD ARIF

Pembangunan infrastruktur jalan raya harus menjadi prioritas pemerintah mendatang jika ingin mempercepat pertumbuhan ekonomi. Ruas jalan Trans Kalimantan yang rusak antara Jalan Labanan dan Muara Wahau, Kalimantan Barat, telah menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Liputan Kompas Nasional

Trans-Kalimantan Belum Dukung Ekonomi Rakyat * Truk Sawit dan Industri Lewat Jalan Khusus

·sekitar 4 menit baca

Jalur jalan trans-Kalimantan terbukti lebih banyak berfungsi sebagai jalur angkutan industri perkebunan sawit dan pertambangan batu bara lintas selatan dari Kalimantan Timur hingga Kalimantan Barat sepanjang 3.196 kilometer.

Truk yang umumnya berbeban berlebih merusak jalan sehingga mengganggu kelancaran perdagangan rakyat antardaerah dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Jalur trans-Kalimantan yang belum sepenuhnya selesai dibangun itu juga menjadi prasarana penyedot kekayaan daerah tersebut. Sedangkan minimnya industri pengolahan produk turunan mengakibatkan masyarakat Kalimantan tak mendapat nilai tambah.

Di Kaltim, dari Nunukan hingga Bontang, truk minyak sawit mentah (CPO) bermuatan 12 ton memenuhi badan jalan yang selebar 4,5 meter. Selain merusak jalan, arus lalu lintas terhambat karena truk sulit didahului (disusul). Truk CPO yang terjebak dalam kubangan lumpur juga memutus lalu lintas barang dan orang selama berhari-hari.

Hasil penelitian Universitas Lambung Mangkurat dan Badan Litbang Kalimantan Selatan, yang dipublikasikan di jurnal Balitbangda Kalsel 2007, menyebutkan, truk batu bara menjadi faktor dominan perusak jalan dari Kandang ke Banjarmasin (92 kilometer).

Penelitian itu juga mengungkapkan, tiap hari antara pukul 18.00 dan 06.00 rata-rata 1.500 truk batu bara berkonvoi di jalan nasional. Umumnya, beban yang diangkut mencapai 14 ton, padahal kemampuan jalan hanya 8 ton sehingga 40 km dari 92 km jalan dari Kandangan ke Banjarmasin berkondisi rusak.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Suroyo Alimoeso mengakui, masih banyak truk berbeban berlebih melintas di jalan nasional. “Pengawasan hanya optimal pada siang hari, sedangkan pada malam hari sulit karena terbatas prasarana,” ujar Suroyo, pekan lalu.

Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Hermanto Dardak meminta Departemen Perhubungan dan dinas perhubungan lebih mengawasi truk berbeban berlebih. “Truk sawit dan industri sesegera mungkin juga harus lewat jalan khusus,” katanya.

Kondisi trans-Kalimantan

Perjalanan Kompas dan Departemen PU dari Nunukan, Kaltim, hingga Sambas, Kalbar, 5-19 Februari, menemukan fakta, dari 3.195,90 km jalan trans-Kalimantan, sekitar 400 km jalan masih berupa tanah dan sekitar 250 km berupa agregat (kerikil). Jalan kerikil menjadi lumpur tatkala hujan lebat.

Di Kaltim, jalan rusak terjadi di ruas Simanggaris-Malinau-Tanjung Selor, Labanan-Muara Wahau, dan Sanggata-Bontang. Di Kalsel, abrasi mengancam jalan di Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu. Di Kalteng, banjir memutus lalu lintas di ujung jembatan layang Tumbang Nusa.

Sepanjang 16 km jalan di Kabupaten Ketapang, Kalbar, yang berbatasan dengan Kabupaten Lamandau, Kalteng, baru tahap pembukaan. Dua sungai yang melintang juga belum dilengkapi jembatan. Pelintas terpaksa memutar lewat jalan kayu (log) perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH). Nyawa menjadi taruhan karena jalan itu dilewati truk-truk log yang besar. Akibatnya, hanya pedagang bersepeda motor yang berani lewat.

Di luar jalan yang belum terbangun, beratnya medan menyebabkan perjalanan dari Tanjung Redeb, ibu kota Kabupaten Berau, ke Samarinda (540 km) harus ditempuh Kompas dengan kendaraan gardan ganda dalam 20 jam. Sedangkan para sopir truk bahan-bahan pokok hingga pedagang itik biasanya menempuhnya selama 3 sampai 5 hari. Pembangunan dan preservasi jalan trans-Kalimantan ini terus dikebut untuk memenuhi target Menteri PU Djoko Kirmanto, yaitu terhubungnya Kaltim hingga Kalbar paling lambat akhir 2009.

Buruknya kondisi jalan dan beban jalan berlebih oleh kendaraan berat mendorong Pemerintah Provinsi Kalsel merencanakan pada Juni 2009 truk batu bara harus menggunakan jalan khusus batu bara. Ini setelah pemda mendesak dilakukannya pembangunan belasan ruas jalan khusus dan jalan bypass.

Di Kalteng, Gubernur Agustin Teras Narang dan pengusaha sawit mendesain jalan perkebunan sehingga tak merusak jalan nasional. Kalteng juga segera membangun jalur kereta batu bara sebelum “ledakan” batu bara di Kabupaten Barito Utara, tepatnya di hulu Sungai Barito.

Anggaran dari pusat

Selain kerusakan jalan yang diakibatkan truk industri, hancurnya jalan di Kalimantan juga terkait dengan minimnya anggaran. Sebagai perbandingan, biaya pemeliharaan jalan di Indonesia Rp 20 juta per km per tahun, sedangkan di Sarawak, Malaysia, Rp 102 juta per km per tahun.

Direktur Bina Teknik Departemen PU Danis H Sumadilaga menegaskan, sebenarnya tak ada hambatan teknis dalam membangun jalan karena teknologinya sudah dikuasai. Bahkan, Tim Jelajah Kalimantan Kompas dan Departemen PU menemukan fakta bahwa konsultan teknik di Sarawak ternyata warga negara Indonesia lulusan universitas negeri ternama di Bandung.

Jadi, selain truk industri, masalah utama infrastruktur jalan yang tidak segera beres di Kalimantan adalah soal pendanaan. Direktur Bina Program Departemen PU Taufik menambahkan, dari kebutuhan anggaran ideal Rp 8,12 triliun (tahun 2009), dana yang dialokasikan hanya Rp 2,19 triliun.

Aji Sofyan Effendi, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, mendesak kalangan industri besar ikut bertanggung jawab memperbaiki jalan. Apalagi retribusi dari 1.500 truk di ruas Kandangan-Banjarmasin hanya Rp 5,4 miliar per tahun. Padahal, biaya ideal memelihara ruas Kandangan-Banjarmasin Rp 10,4 miliar per tahun.

Bagi pengusaha, kerusakan jalan menambah waktu tempuh truk, dan itu mengurangi keuntungan. Bagi pejabat, jalan rusak memperlama perjalanan. Namun, bagi sopir truk, Syaiful, yang ditemui di Pimping, Kabupaten Bulungan, Kaltim, molornya perjalanan selama empat hari karena terbenam lumpur menyebabkan hampir separuh dari seperempat dari 50.000 bibit karet yang dibawanya mati kering.

(BRO/CAS/WHY/FUL/RYO/AIK)

Artikel Lainnya