KOMPAS/JB SURATNO

Kepulangan Awak Ammana Gappa

Mendikbud Fuad Hassan: Kita Harus Mencatat Sejarah Kita Sendiri

·sekitar 3 menit baca

Mendikbud Fuad Hassan

KITA HARUS MENCATAT SEJARAH KITA SENDIRI

Jakarta, Kompas

Selama ini catatan sejarah lebih merupakan perwujudan cara pandang bangsa-bangsa di dunia Barat yang menganggap dirinya lebih maju. Dalam hampir setiap catatan sejarah, negeri-negeri yang ditulis lewat cara pandang bangsa Barat ini, seringkali berada pada posisi yang dikecilkan, termasuk juga catatan sejarah tentang Indonesia yang kebanyakan ditulis oleh orang Barat. Karena itu, sudah saatnya kita sendiri mengambil inisiatif untuk selalu mencatatkan jalannya setiap peristiwa sejarah yang kita alami.

Demikian dikatakan Mendikbud Fuad Hassan, ketika memberikan komentarnya pada acara penerimaan rombongan awak perahu Pinisi Ammana Gappa, di Gedung Depdikbud Jakarta, Sabtu petang (26/10). Ketujuh awak Pinisi hadir dalam acara sederhana ini, masing-masing nakhoda Muhammad Yunus (73), dan para awaknya Appong, Tutu Abba, Sapparing, Arauddin, Udin, dan Muhammad. Ikut hadir Kabalitbang Depdikbud Prof Harsja W. Bachtiar dan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Hasan Walinono.

Menurut Mendikbud, seringkali bangsa-bangsa timur yang sebetulnya sudah lebih dahulu mencatat prestasi besar dalam sejarah tidak pernah dihiraukan oleh bangsa Barat. Sebabnya, antara lain karena bangsa- bangsa Timur tidak punya inisiatif untuk meninggalkan pengalamannya dalam bentuk rekaman tercatat kepada generasi berikutnya. Karena itu, dalam hal kebaharian misalnya, dunia lebih mengenal Columbus sebagai pelaut yang sangat ulung karena berhasil menemukan benua Amerika tahun 1492.

Ciputra bersedia

Sementara itu, Kamis lalu (24/10), pengusaha Ciputra yang memimpin perusahaan Jaya Grup, menyatakan kesediaannya membiayai pelayaran pulang perahu Pinisi Ammana Gappa dari Madagaskar ke Indonesia dengan kembali mengarungi samudera, sekaligus berniat untuk membelinya atas nama perusahaan Jaya Grup. Niat yang disampaikannya saat menerima ketujuh awak Pinisi di Kompleks Taman Impian Jaya Ancol ini juga dimaksudkan untuk mencari bukti, apakah para pelaut nenek moyang bangsa Indonesia ini di zaman lampau pernah pula mengarungi samudera luas dengan rute tersebut, dan bukan hanya rute migrasi Indonesia ke Madagaskar semata.

“Jaya Grup bersedia mensponsori ekspedisi pulang ini. Tentu saja dalam batas-batas pendanaan yang masih reasonable. Saya dengar perahu itu dibuat dengan biaya Rp 30 juta, belum termasuk mesin. Ya kita hitung-hitung dululah berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk ekspedisi dan harga perahunya. Kalau memang sesuai, tentunya layak untuk dipertimbangkan. Yang pasti, ini baru rencana sangat awal dan masih memerlukan pemikiran lebih dalam,” kata Ciputra.

Selama ini, memang baru jalur migrasi Indonesia-Madagaskar saja yang diketahui pernah diarungi pelaut nenek moyang kita, namun tidak sebaliknya. Menurut dugaan Ciputra, migrasi tersebut berlangsung bolak- balik. ” Namun memang belum ada bukti-bukti sejarah tentang hal ini. Karena itulah, layak juga jika kemungkinan ini dibuktikan lewat perjalanan pulang Pinisi Ammana Gappa,” jelas Ciputra.

Sebelum berjumpa Ciputra, pada pagi harinya rombongan awak Pinisi Ammana Gappa ini diterima juga oleh Menparpostel Soesilo Soedarman. Dalam kesempatan itu, Soesilo mengucapkan terimakasih kepada para awak Pinisi yang telah membuktikan pada dunia akan kemampuan Indonesia sebagai bangsa yang besar di bidang bahari.

Sementara itu, keterangan dari Ida Sudoyo selaku konsultan public relation perusahaan Blohm + Voss yang membiayai ekspedisi dari Indonesia ke Madagaskar menyatakan, pemilik perahu pinisi itu, Michael Carr, bersedia menjual perahunya. Melalui percakapan telepon internasional dengan Ida Sudoyo Selasa dan Rabu malam lalu, Carr menyebutkan keinginannya itu.

“Saya akan berikan kesempatan kepada Indonesia kalau memang ingin membelinya,” tutur Carr sebagaimana yang diungkapkan kembali oleh Ida Sudoyo kepada Kompas. Ditambahkan, harga yang ditentukan Carr adalah 83 ribu US dolar (sekitar Rp 160 juta), antara lain karena sudah memiliki nilai historis yang tinggi. (ion/ary)

Artikel Lainnya