Kompas/Mahfud MD

Perjalanan Pinisi Ammana Gappa

Pinisi Ammana Gappa Tinggalkan Bali

·sekitar 3 menit baca

PINISI AMMANA GAPPA TINGGALKAN BALI

Denpasar, Kompas

Perahu tradisional Ammana Gappa hasil karya Michael Carr dan Muhammad Nur, Sabtu siang (31/8), bertolak dari Pelabuhan Benoa, Kabupaten Badung (Bali), untuk melanjutkan pelayaran napak tilasnya ke Madagaskar di barat daya Benua Atrika. Perjalanan yang diperkirakan memakan waktu 45 hari, akan dipimpin nakhoda M. Yunus (68), dengan membawa sepuluh penumpang, terdiri dari tujuh awak kapal, pemilik kapal Wllliam Michael Carr (46) dan istri, serta wartawan Kompas Norman Edwin.

Ammana Gappa telah bersandar di Pelabuhan Benoa selama sepekan, setelah melakukan perjalanan dari Ujungpandang, Sulawesi Selatan. Dalam acara jumpa wartawan, sesaat sebelum meninggalkan Bali, Michael Carr yang juga pencetus ide pembuatan kapal ini mengatakan, perjalanan nampak tilas dimaksudkan mengenang kembali kegagahan pelaut-pelaut Makasar yang telah berlayar sampai ke Madagaskar 1.500 tahun lalu hanya dengan menggunakan perahu tradisional.

Ammana Gappa dikerjakan di Sulawesi Selatan selama tujuh bulan bulan, menggunakan kayu jati, bitti, dan kadieng. Seluruh proses dilakukan dengan tangan serta memanfaatkan daun pepaya sebagai amplas. “Sekitar 3.700 paku dari kayu digunakan sebagai penyambung bagian-bagian badan kapal,” kata Ahmad Nur.

Perjalanan napak tilas Ammana Gappa disponsori oleh sebuah perusahaan pembuatan kapal yang berpusat di Jerman, Blohm and Voss (BV). Perusahaan itu ikut pula membantu sebagian dana penyelesaian Ammana Gappa, yang menelan biaya total Rp 70 juta. Kapal tradisional Bugis tersebut, berukuran panjang 17,45 meter dan lebar 4,5 meter, dilengkapi dengan alat komunikasi, obat-obatan dan seperangkat alat pengaman seperti perahu dan jaket penyelamat.

Museum bahari

Menurut Carr, guna mengenang dan mengabadikan kegagahan pelaut- pelaut Indonesia seusai perjalanan ke Madagaskar itu, dia merencanakan membangun museum bahari di Ujungpandang. Museum “hidup” itu nantinya akan menjadi pusat kegiatan pembuatan kapal tradisional dari seluruh daerah di Indonesia. “Gubernur Sulawesi Selatan telah membantu kami dengan memberikan tanah seluas 15 hektar untuk keperluan kegiatan itu,” kata Carr.

Dikatakan, museum itu juga akan dilengkapi dengan perpustakaan dan pusat pengkajian sejarah maritim di Indonesia. “Dengan pengkajian- pengkajian yang intensif, diharapkan bisa menemukan kebesaran sejarah kemaritiman di Indonesia,” Carr menambahkan.

Carr yang warga negara Inggris, tertarik untuk membuat pinisi dan melayarkannya setelah melihat tayangan di televisi Inggris tentang perahu-perahu tradisional. Pasangan suami-istri ini mula-mula menjual restoran mereka dan uangnya mereka gunakan untuk melakukan riset mengenai berbagai jenis kapal tradisional di museum-museum dan perpustakaan Eropa.

Berdasarkan hasil riset ini mereka memutuskan untuk terbang ke Indonesia, karena mereka sudah menjatuhkan pilihan pada pinisi, perahu tradisional Bugis. Biaya untuk ke Indonesia diperoleh dari hasil menjual rumah, mobil, serta sisa harta benda lainnya yang mereka kumpulkan dengan susah payah. Sejak Oktober tahun lalu Carr dan istrinya tiba di Tanaberu, Sulsel, dan memesan pinisi pada Ahmad Nur yang memang terkenal sebagai pembuat pinisi.

Pinisi Ammana Gappa ini memulai pelayarannya dari Ujungpandang, tanggal 17 Agustus lalu. Perahu tradisional Bugis ini tiba di Pelabuhan Benoa pada Rabu, pagi (21/8) lalu dari perjalanannya selama empat hari empat malam berlayar melalui perairan Selat Makassar menuju ke baratdaya.

Dalam pelayarannya dari Benoa ini, menurut rencana, Pinisi tidak akan singgah singgah di pelabuhan mana pun, hingga tiba ke Madagaskar.

Menurut rencana, dari Beno ini Pinisi akan melayari Lautan Hindia ke arah baratdaya hingga berada pada posisi l2 derajat lintang selatan mendekati Pulau Christmas, yang diperkirkan memakan waktu sembilan hari pelayaran. Dari Pulau Christmas ini, Pinisi akan berlayar terus ke barat dengan jalur mendekati garis lurus hingga tiba di kota Antseranana, sebuah kota pelabuhan di sebelah utara Madagaskar (sekitar empat hari menggunakan jalan darat hingga tiba ke ibukota Antananarivo).

Apabila Pinisi sudah berlayar dengan jalur yang mendekati garis lurus setelah melewati Pulau Christmas ini, diperkirakan akan lebih mudah karena pada saat-saat itu angin dan arus di Lautan Hindia memang bergerak lurus searah jalur perahu. Angin yang bertiup di kawasan ini, menurut pilot charts (peta penunjuk arah) memang berasal dari buritan sehingga memperlancar pelayaran.

Adapun Pulau Christmas sendiri kemungkinan besar akan menjadi daratan terakhir yang terlihat oleh awak kapal, sebelum tiba di Madagaskar. Selebihnya hanyalah lautan mahaluas. Ada memang sebuah pulau lain yang akan dilalui setelah Christmas). Pulau yang disebut belakangan ini, menurut rencana, akan berada di sebelah selatan jalur yang dilalui Pinisi, dengan jarak sekitar 100 mil laut (aba/ary)

Artikel Lainnya