Kompas/Fahmy Myala

Pukulan gendang dalam irama tunrung pakanjara dalam kesenian Makassar dimaksudkan untuk membangkitkan semangat. Kenangan indah saat pelepasan perahu pinisi Ammana Gappa berlayar ke Madagaskar di Pantai Losari, Ujungpandang tanggal 17 Agustus 1991. Dengan latar belakang laut, penabuh gendang dari dua generasi ini menghadap ke mimbar upacara, menabuh gendangnya penuh semangat. Irama tunrung pakanjara yang keras bertalu-talu melambangkan watak pria Makassar. Sementara gerakan tari pakarena menyimbolkan watak kaum wanitanya, yang tetap gemulai meskipun berada dalam alunan pukulan gendang yang keras memekakkan telinga.

Perjalanan Pinisi Ammana Gappa

Pinisi ke Madagaskar

·sekitar 3 menit baca

PINISI KE MADAGASKAR

Ujungpandang, Kompas

Puncak kemeriahan peringatan ulang tahun ke-46 proklamasi di Sulawesi Selatan ditandai dengan dua kegiatan maritim di Pantai Losari Ujungpandang Sabtu sore (17/8) : Pelepasan perahu pinisi Ammana Gappa menuju Madagaskar, dan dimualinya lomba perahu jarak jauh Ujungpandang – Jakarta Pelra Race.

Tepat pukul 16.00 Wita, perahu pinisi Ammana Gappa angkat jangkar memulai pelayaran menapak tilas sejarah yang pernah diukir pelaut-pelaut Bugis Makassar tempo doeloe. Lima menit sebelumnya, Gubernur Sulsel, H.A Amiruddin Pabittei melepaskan tembakan pistol menandai pelepasan Ammana Gappa bersamaan dengan berangkatnya 17 buah perahu layar motor (PLM) yang ikut lomba Pelra Race 91. Ke-17 perahu layar motor (PLM) tersebut mengangkut beras menuju pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta.

Pergelaran tari tradisional Bugis-Makassar, ganrang bulo, peraga menghantar penglepsan Ammana Gappa. Tarian itu mempertontonkan kebolehan empat orang lelaki yang menyulut dirinya dengan obor menyala namun tidak terbakar. “Tarian ini dipersembahkan untuk membuktikan bahwa tidak perlu ada yang ditakuti bila memang kita benar,” ujar pemandu acara.

Tatkala gubernur meletupkan pistol, saat mentari mulai rembang di hari Proklamasi Kemerdekaan RI ke-46 itu, serentak awak perahu Ammana Gappa mengembangkan tujuh buah layar berwarna coklat yang semula tergulung. Michael Carr (46) dan isterinya Ann (43) pemilik perahu tampak dari pantai melambaikan tangannya. Begitu juga dengan wartawan Kompas Arya Gunawan (27), satu-satunya wartawan yang menyertai pelayaran bersejarah ini. Tujuh awak lainnya, masing- masing Appong, Muhammad, Tutu, Abba, Arauddin, Sapparing dan Uddin, bersama nahkoda merupakan pelaut-pelaut pilihan dari Tanaberu.

Pelayaran serupa pernah diikuti wartawan Kompas Pius Caro 15 Juni-15 September 1986. Ketika itu Pinisi Nusantara berlayar dari Ujungpandang menuju Vancover melalui Jakarta, Bitung, Caroline, Christmas, Hawaii dan berakhir di Vancover.

Ribuan warga kota Ujungpandang, termasuk pejabat Muspida Tingkat I dan II, turun memadati Pantai Losari menyaksikan keberangkatan Ammana Gappa yang dinakhodai Muhammad Yunus (68). Beberapa di antara mereka berdecak kagum menyaksikan perahu buatan masyarakat Tanaberu, Kabupaten Bulukumba yang hanya berukuran 34 ton itu hendak mengarungi Samudera Hindia.

Kelabakan

Michael Carr, pemilik perahu dan pencetus ide gila ini,dua hari sebelum berangkat sempat kelabakan. Pasalnya, radio komunikasi, jaket penolong dan perahu penyelamat belum juga beres. Untung saja semua itu dapat teratasi sebelum deadline keberangkatan. Perahu penyelamat yang harganya Rp 8.000.000. disumbangkan pengusaha terkemuka Sulsel, H.M Jusuf Kalla, pemilik PT Kalla Line, setelah Carr menemuinya .

Selama pelayaran yang diperkirakan menelan 45 hari untuk sampai ke Madagaskar, mereka membawa 0,5 ton beras untuk keperluan makan awak perahu. Air tawar untuk keperluan minum dan memasak dibawa sebanyak 1200 liter. Untuk memasak mereka membawa sebuah kompor dan minyak tanah secukupnya. Bahan lauk pauknya, kacang panjang, kelapa dan ikan asin.

Kapal ini dilengkapi dengan sebuah mesin penggerak berkekuatan 35 PK yang tidak mungkin digunakan untuk pelayaran jarak jauh, kecuali untuk keperluan darurat, seperti untuk merapat di pelabuhan tertentu, untuk mengambil air saja.

Pelra Race

Bersamaan keberangkatan Ammana Gappa, 17 perahu layar motor (PLM) dengan kru sebanyak 266 orang, bergerak pula meninggalkan Pantai Losari membawa 5.705 ton beras dari pelabuhan Paotere Ujungpandang dan pelabuhan Parepare.

“Selain berlomba dan mengangkut beras sampai ke Pelabuhan Sunda Kelapa, mereka pun diberi sewa angkut sebesar Rp 30.000 per ton. 50 persen telah dibayar di pelabuhan asal, sisanya dibayar saat tiba di pelabuhan Sunda Kelapa,” ujar Ketua Panitia Daerah Pelra Race, Kolonel Laut A Meuraxa.

Perahu peserta lomba ini berasal dari Gresik, Semarang, Banyuangi, Cirebon, Sunda Kelapa dan Sulsel. Perahu dari Ujungpandang hanya dua yang ikut dari tujuh pendaftar sebelumnya. KRI Banten, sebuah kapal perang TNI-AL mengawal Pelra Race, dilengkapi dengan helikopter.

Pelra Race akan diselenggarakan setiap tahun pada peringatan proklamasi untuk menggugah kembali semangat kebaharian masyarakat Sulsel dan Indonesia,” ujar Gubernur Amiruddin. (h)

 

Artikel Lainnya