KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Kondisi Stasiun kereta api Padang Panjang di Sumatera Barat, Selasa (8/12). Stasiun terabaikan karena sudah tidak dilalui kereta api lagi.

Susur Rel 2015

Susur Rel: Pesona Alam Menuju Padang Panjang * Liputan Khusus Susur Rel 2015

·sekitar 5 menit baca

Padang Panjang, ”Kota Serambi Mekkah”, ”Mesir van Andalas”. Kota di Sumatera Barat ini beruntung memiliki stasiun kereta api besar sejak 1891, percabangan ke ruas Sawahlunto dan Bukittinggi. Sayang, stasiun KA Padang Panjang hanya bisa dipandang karena tidak ada lagi kereta yang lewat. Beberapa gerbong batubara mematung murung.

Gerimis jatuh ketika Kompas dan Aditya Dwi Laksana, pencinta dan pemerhati kereta api dari komunitas Kereta Anak Bangsa, tiba di stasiun KA Padang Panjang, pekan lalu. Gerbong kereta wisata berwarna kuning parkir di dipo lokomotif. Rel-rel besi di empat jalur menjadi media bagi warga untuk berekspresi, seperti coretan di satu rel, ”Sandy loves Syahputri”.

Stasiun Padang Panjang pernah hancur akibat gempa bumi 1926. Bangunan dan atap peron stasiun roboh. Atap peron lantas diganti dari kayu, tetapi dibongkar pada 1985-1986, hingga kini memakai atap seng (Stations en spoorbruggen op Sumatra 1876-1941, De Jong)

‎Padang Panjang berada di tengah jalur KA Teluk Bayur- Sawahlunto sepanjang 155 kilometer, persisnya di Kilometer 75. Lokasi yang strategis. Ruas dari Padang ke Padang Panjang sejauh 68 dengan lintas cabang Padang-Pulo Air adalah ruas pertama di jalur KA Sawahlunto-Teluk Bayur yang dioperasikan 1 Juli 1891. Setelah itu, barulah dioperasikan ruas Padang Panjang-Solok-Muara Kalaban (76 km) dan ruas Padang-Teluk Bayur (7 km) pada 1 Oktober 1892 (Jan de Bruin, Het Indische Spoor in Oorlogstijd, 1999)

‎Dengan dihentikannya pengangkutan batubara dari Ombilin, Sawahlunto, ke Teluk Bayur (yang melewati Padang Panjang) pada 2003, jalur KA pun mati. Karena jalur masih bisa dipakai, PT KAI (Persero) mengupayakan kereta wisata rute Padang-Padang Panjang pada 2006 dan Padang Panjang-Singkarak-Sawahlunto pada 2009. KA Wisata Uap Mak Itam juga dioperasikan pada 2009, tetapi hanya pada akhir pekan.

”Sayang KA wisata kurang peminat sehingga akhirnya dihentikan. Terakhir hanya melayani Solok-Sawahlunto tahun 2013, tetapi mati juga,” kata Kepala PT KAI (Persero) Divisi Regional II Sumbar Suryawan. Di beberapa stasiun masih terpampang jadwal perjalanan kereta wisata. ‎Di stasiun KA Solok tertempel pengumuman, ”Mulai tanggal 8 Juni 2014 dan seterusnya, KA Danau Singkarak tidak dijalankan kecuali ada carteran”. Sayang, hanya sedikit orang yang mencarter sehingga perlahan mati.

Keindahan alam

Sumatera Barat menawarkan keindahan alam yang dahsyat. Jalur-jalur KA yang dibangun Pemerintah Hinda Belanda melewati daerah-daerah dengan pemandangan menawan, seperti Lembah Anai dan Danau Singkarak, danau terbesar di Sumbar. Di Lembah Anai, jalur KA melewati banyak jembatan dan terowongan di dataran tinggi.

Jangan lupa menengok ke kiri ketika melewati obyek wisata cagar alam Lembah Anai Air Mancur. Pasti mata langsung segar melihat orang-orang mandi di kolam. Semua itu terlihat jelas dari jalur kereta yang lokasinya lebih tinggi, nyaris sejajar dengan puncak air terjun.

Keindahan alam, terowongan, jembatan di atas jalan raya, serta di kota tua Sawahlunto menjadi alasan kuat dioperasikannya KA wisata. Perjalanan Padang Panjang-Sawahlunto bisa ditempuh sekitar 3 jam 30 menit, dengan melewati pinggiran Danau Singkarak sepanjang 19 kilometer. Sampai di Sawahlunto, pencinta wisata sejarah pasti betah.

Padang Panjang berada di dataran ‎tinggi bergelombang. Data Pemerintah Kota Padang Panjang menyebutkan, 20,17 persen dari luas wilayah adalah kawasan landai. Selebihnya kawasan miring, curam, dan berbukit. Topografi dataran tinggi di Padang Panjang, juga Sumbar secara keseluruhan, mengharuskan jalur KA yang dibangun berbeda dengan jalur di daerah lain di Nusantara. KA di Sumbar harus mampu mendaki bukit terjal dan menuruni lereng curam. Oleh karena itu, di ruas aktif Kayu Tanam-Padang Panjang-Batu Tabal, dibutuhkan rel bergerigi sepanjang 27 kilometer. Sistem serupa dibuat di jalur mati Padang Panjang-Koto Baru ke arah Bukittinggi, dan di Baso pada ruas Bukittinggi- Payakumbuh.

”Dengan sistem rel bergerigi, dan lokomotifnya juga memiliki roda gigi, rangkaian KA dapat menaklukkan dataran tinggi Ranah Minang. Posisi lokomotifnya ada di belakang, mendorong rangkaian. Gerigi itu fungsinya untuk menggigit atau menahan manakala gerbong menanjak atau menurun,” kata Aditya.

‎Di ruas pendakian dataran tinggi Kayutanam-Padang Panjang, digunakan loko dengan roda bergigi seperti Lokomotif uap seri E10 buatan Jerman dan Jepang serta Lokomotif Diesel BB 204 buatan Swiss. Di dataran rendah digunakan jenis lokomotif adhesi, seperti lokomotif uap seri C33 serta lokomotif diesel seri BB303 dan 306.

Kereta api bisa menyokong sektor pariwisata di Sumbar. Sejak tidak beroperasinya kereta uap Mak Itam (loko yang awalnya dipakai untuk mengangkut gerbong batubara dari Sawahlunto ke Teluk Bayur), kunjungan pelancong ke Sawahlunto turun. ”Menghidupkan lagi jalur kereta wisata itu harus serius mengingat pariwisata jadi andalan Sumbar,” kata Djoko Setijowarno, pengamat kereta api dari Unika Soegijapranata Semarang. Jawa Tengah.

Pasar Rabaah

Stasiun Pasar Rebo di Desa Jorong Pasar Rabaah, X Koto, Kabupaten Tanah Datar, merupakan satu stasiun kecil setelah Padang Panjang ke arah Bukittinggi. Stasiun ini dulu disebut Pasar Rabaah, tetapi diganti Pasar Rebo untuk memudahkan.

Tidak sulit menemukan pasar ini. Meski bangunan sudah ditempati Nursiah (74), papan nama stasiun masih di tempat semula. Pasar Rebo +979 (berada di ketinggian 979 meter dari atas permukaan laut). ”Untuk kenang-kenangan,” kata ibu beranak tujuh yang menempati bekas stasiun sejak paruh 1980-an, tidak berapa lama setelah jalur Padang Panjang-Bukittinggi mati. Di dekat bekas stasiun juga masih ada corong air kereta.

Nursiah menanyakan kemungkinan jalur diaktifkan lagi, tapi lantas ia jawab sendiri, ”Tak mungkin ya, kan sudah tertutup rumah semua jalurnya”.

Adrian Zulfikar, Koordinator Indonesian Railway Preservation Society Sumbar, menuturkan, pada tahun 1980-an kereta api masih sesekali mengangkut beras dan bahan bakar untuk tentara ke Bukittinggi seiring menurunnya kebutuhan warga akan kereta karena banyak yang mampu membeli mobil.

Kini, jalan raya makin macet. Adrian menggambarkan, Padang Panjang-Bukittinggi sejauh 19 km bisa ditempuh 30 menit sebelum 1980-an. ”Tahun 1990-an sudah sampai dua jam, apalagi Lebaran. Makanya, kereta api sangat dibutuhkan lagi,” katanya.

Pariaman

Sebelum menuju Padang Panjang, rugi jika tidak menepi di Pariaman. Di sinilah stasiun akhir jalur kereta penumpang dari Padang, melewati stasiun Tabing, Duku, Pasar Usang, Lubuk Alung, Pauh Kampar, dan Kurai Taji. Hanya sekitar 100 meter dari stasiun Pariaman terhampar keindahan Pantai Gandoriah. Lautnya biru. Pasirnya putih seperti butiran gula.

Jalur KA dari Lubuk Alung menuju Pariaman, kota di pesisir barat Sumbar itu, dibuka pada 9 Desember 1908. Stasiun Pariaman adalah stasiun yang aktif melayani perjalanan KA benama Sibinuang. Ada empat kali perjalanan KA penumpang dalam sehari, dari Padang ke Pariaman dan sebaliknya.

Dari Padang, ke Pariaman, Padang Panjang, berakhir di Sawahlunto. Jalur ini mampu melayani kebutuhan transportasi dan wisata sekaligus. Tinggal menyeriusi untuk menghidupkan kembali jalur yang mati.

Artikel Lainnya