Pariwisata Pulau Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara, bagaikan mutiara yang terpendam. Sektor ekonomi yang selama ini menyimpan potensi keindahan pantai, alam bawah laut, beserta kekayaan biotanya belum tergarap dengan baik. Pariwisata Lembeh bisa menjadi andalan perekonomian Bitung jika berhasil mengatasi kendala dan tantangannya.

Banyak orang belum mengenal Lembeh. Pulau seluas 5.040 hektar itu menyimpan banyak potensi dan beragam peran. Berlokasi di sisi timur Kota Bitung, Pulau Lembeh memiliki fasilitas pelabuhan, perikanan kelautan, pusat industri perkapalan, pariwisata, hingga laboratorium kelautan.

Pulau ini dikelilingi perairan Lembeh berbentuk selat dengan lebar 1-2 kilometer dan panjang 16 kilometer. Meski selat itu relatif sempit untuk pelayaran samudra, lalu lintas pelayaran di perairan Lembeh cukup sibuk. Setiap hari Selat Lembeh dilalui feri penyeberangan dengan rute lokal Bitung-Lembeh dan rute regional ke Jawa.

Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

Sebuah pulau yang memiliki rongga di Selat Lembeh, Sulawesi Utara, Rabu (13/9).

Selain sebagai jalur transportasi laut, perairan Lembeh juga menyimpan kekayaan hayati yang unik. Journal of Coral Reef Studies (2013) mencatat ada sekitar 29 ragam biogeografik spesies endemik yang berevolusi selama ribuan tahun. Spesies tersebut hidup dalam kubangan pasir bercampur tanah di dalam laut.

Selain itu, terdapat pula beberapa jenis spesies unik berukuran mikro, antara lain kuda laut pigmi, dwarf cuttlefish, dan mimic octopus. Oleh karena itu, Selat Lembeh juga layak menjadi laboratorium alami sehingga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendirikan UPT Loka Konservasi Biota Laut untuk melakukan penelitian di situ.

Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

Seekor kuda laut pigmi terlihat di titik selam Nudi Falls di Selat Lembeh, Sulawesi Utara, Rabu (13/9).

Pariwisata

Pulau Lembeh yang berada tepat ”di depan” Kota Bitung juga menyimpan potensi pariwisata yang besar. Wisatawan yang menggemari penyelaman menjuluki Lembeh sebagai ”The Mecca of Divers” atau ”The Mecca of Macro Photography” merujuk pada eksotisme biota lautnya.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bitung selama ini telah tanggap dan mengeluarkan data 95 titik penyelaman potensial yang terdapat di sepanjang Selat Lembeh dan Pulau Lembeh. Setiap titik memiliki karakteristik dan model serta tipe penyelaman yang berbeda-beda.

 

Titik Penyelaman di Selat Lembeh

×

Selain titik penyelaman, Lembeh juga mempunyai beberapa lokasi wisata, antara lain pantai, hutan mangrove, desa wisata, Patung Yesus, dan Monumen Trikora. Wisata pantai dan Monumen Trikora telah lama dikelola swadaya oleh masyarakat. Adapun obyek wisata mangrove dan Patung Yesus baru berkembang dua tahun terakhir.

Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

Patung Yesus setinggi 31 meter di Kelurahan Dorbolaang, Kecamatan Lembeh Selatan, Kota Bitung, Sulawesi Utara, Kamis (14/9). Patung itu didirikan, antara lain, untuk menjadi salah satu daya tarik wisata Pulau Lembeh.

Selama ini, fasilitas penginapan di Pulau Lembeh dikelola oleh investor swasta. Tercatat di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bitung, ada 16 resor yang mayoritas berlokasi di Kecamatan Lembeh Utara. Namun, baru setahun belakangan warga di Kelurahan Pintukota, Lembeh Utara, mengelola homestay sebagai sarana penginapan murah.

Meski belum berkembang, penginapan milik masyarakat tersebut bisa menjadi alternatif penginapan di Pulau Lembeh dengan harga terjangkau. Salah satunya Grace Homestay milik Ibu Makisurat (69). Penginapan miliknya itu perlahan dikenal meski sosialisasinya hanya dari mulut ke mulut dan Facebook.

[kompas-highchart id=”kegiatan-ekonomi-pariwisata-bitung”]

Pariwisata Lembeh juga dimeriahkan oleh kehadiran Festival Selat Lembeh. Festival yang awalnya merupakan acara syukuran tahunan komunitas nelayan Kota Bitung itu kini dikembangkan untuk mendongkrak pariwisata Lembeh. Tahun ini, Festival Selat Lembeh kembali dilangsungkan pada 6-10 Oktober. Berbagai acara digelar, antara lain Sailing Pass, Marathon Run, Thanksgiving Day, festival kuliner, dan pertunjukan seni.

Peluang emas

Dibandingkan dengan titik penyelaman Bunaken, Lembeh memang belum setenar itu. Namun, beberapa kali Lembeh menjadi obyek penyelaman cadangan saat wisatawan tidak dapat menyelam di Bunaken karena faktor cuaca.

Namun, ada pula wisatawan asal Eropa yang sudah mengenal Lembeh dan langsung menuju Lembeh untuk menikmati panorama bawah laut. Sejumlah foto biota makro Lembeh bahkan pernah menjadi booklet tujuan wisata maskapai Singapura Silk Air.

Perkembangan sektor pariwisata di Lembeh terlihat dari peningkatan wisatawan lima tahun terakhir. Tahun 2012, ada 13.476 wisatawan dengan rasio 48 persen wisatawan asing dan 51 persen wisatawan domestik.

Tahun 2015, jumlah wisatawan naik 28 persen dengan proporsi wisatawan mancanegara 62 persen. Tahun 2016, jumlah wisatawan naik lagi menjadi 53.823 orang dengan proporsi wisatawan asing dan domestik hampir sama.

Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

Wisatawan asing menikmati makan malam di salah satu resor setelah melakukan penyelaman di Selat Lembeh, Sulawesi Utara, Senin (11/9).

Menurut Jane Wauran dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bitung, 60 persen wisatawan berasal dari China. Sementara wisatawan domestik rata-rata warga Kota Bitung dan Minahasa Utara. Kunjungan turis lokal ke Pantai Kahona pada akhir pekan bisa mencapai ratusan orang dengan tujuan wisata pantai sekaligus melakukan ibadah.

Penelitian Analisis Lingkungan Pemasaran Potensi Wisata Bahari di Lembeh (Ramenusa, 2016) menunjukkan, penerimaan wisatawan pada wisata Lembeh cukup baik. Hal itu ditunjukkan oleh 83 persen responden turis yang menyukai kondisi pantai serta penilaian positif pada layanan yang diterima.

[kompas-highchart id=”peningkatan-kunjungan-wisatawan-pulau-lembeh”]

Tantangan

Pariwisata Lembeh menghadapi berbagai tantangan untuk menaikkan peluang wisatanya. Salah satunya adalah soal minimnya infrastruktur di Pulau Lembeh. Pemerintah hanya memiliki satu feri sebagai moda penyeberangan yang melayani Bitung-Lembeh. Feri tersebut belum mampu menampung lonjakan penumpang dan kendaraan bermotor.

Hal tersebut juga dialami Tim Jelajah Terumbu Karang Kompas yang pada 13 September lalu akan menyeberang ke Lembeh. Kapal hanya bisa memuat 12 mobil kecil. Jika ada truk yang akan menyeberang, daya tampungnya akan berkurang.

Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

Penumpang turun dari kapal setelah menyeberangi Selat Lembeh di Sulawesi Utara, Kamis (14/9).

Kondisi jalan di pulau juga masih menjadi kendala. Meski sejak 2012 Pemerintah Kota Bitung telah membangun jalan sepanjang 8,6 kilometer, kondisinya masih buruk, berlubang dan aspal terkelupas. Penginapan juga menjadi ganjalan. Memang telah tersedia 16 unit, tetapi rata-rata tarif penginapan mahal dan harus dibayar dengan dollar AS yang tak terjangkau wisatawan domestik.

Tahun ini, Pemkot Bitung mengembangkan penginapan murah yang dikelola masyarakat. Turis yang ingin menginap bisa mengunjungi kampung wisata di permukiman Pintu Kota Kecil di Kelurahan Pintu Kota, Lembeh Utara. Ada dua penginapan yang sudah dibuka, yakni penginapan Grace dan Max.

Sumber daya manusia

Kualitas sumber daya manusia juga menjadi catatan. Masyarakat Lembeh bekerja sebagai nelayan dan petani. Saat cuaca laut bersahabat, mereka baru akan pergi melaut. Secara perlahan, sejumlah warga Lembeh menjadikan sektor wisata sebagai mata pencarian alternatif saat tidak sedang melaut.

Namun, kendala penguasaan bahasa asing dan keterampilan membuat mereka ”gagap” menerima kehadiran turis asing. Pemerintah mencoba mengatasi kendala tersebut dengan memberikan kursus Bahasa kepada masyarakat Lembeh, tetapi kursus tersebut belum maksimal karena kendala usia lanjut warga.

Tumpukan sampah di dataran dan perairan Lembeh menjadi tantangan berikutnya. Sampah terlihat menumpuk di pelabuhan penyeberangan Bitung dan pantai kampung wisata Kampung Kota Kecil saat Kompas berkunjung.

Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

Obyek wisata Pantai Kahona yang dikelola warga di Pulau Lembeh, Sulawesi Utara, Kamis (14/9). Pelabuhan tersebut merupakan yang terbesar di Sulawesi Utara.

Sampah di Lembeh bukanlah sampah local, melainkan kiriman dari Minahasa Utara dan perairan Maluku Utara yang masuk ke Selat Lembeh. Arus laut membuat perairan tersebut mudah dimasuki sampah dari perairan di sekitarnya.

Saat ini, pemerintah daerah mengadakan Program Sapu Bersih Pantai di perairan Lembeh. Program yang diselenggarakan sejak 2015 itu melibatkan semua aparat pemerintah dan masyarakat untuk membersihkan perairan Lembeh dengan menggunakan kapal yang dilengkapi jaring di perairan Lembeh. Selain itu, Pemkot Bitung juga mencanangkan kebijakan diet plastik.

Program yang baru dijalankan tahun 2017 ini mengajak warga Bitung untuk meminimalkan penggunaan plastik. Hal itu antara lain tidak menggunakan gelas dan botol plastik dalam kehidupan sehari-hari.

Di beberapa toko pun tidak tersedia penjualan air mineral dalam gelas plastik. Sedikit banyak, kebijakan tersebut mulai berhasil dan bisa mengubah kebiasaan masyarakat Bitung. Sebuah perjalanan pariwisata Lembeh yang masih panjang untuk menjadi mutiara berkilau. (PUTERI ROSALINA/LITBANG KOMPAS)