Pelayaran Kapal Borobudur

Kapal Borobudur Tiba di Ghana: Terwujudnya Suatu Impian Bangsa

·sekitar 3 menit baca

Kapal Borobudur Tiba di Ghana

TERWUJUDNYA SUATU IMPIAN BANGSA

TEPAT pukul 09.30 waktu setempat atau 16.30 WIB Senin (23/2) Kapal Borobudur atau Samudraraksa membuang sauh di perairan lepas pantai Pelabuhan Tema, Accra, ibu kota Ghana, yang terletak di pesisir barat daya Benua Afrika. Inilah akhir pelayaran panjang dan bersejarah kapal yang sebelumnya diragukan kemampuannya menyelesaikan ekspedisi penuh bahaya itu.

Kapal Borobudur tiba di tujuan akhir setelah mengarungi 11.000 mil laut (20.372 kilometer), melintasi Samudra Hindia dan Atlantik. Tepat enam bulan delapan hari sejak dilepas keberangkatannya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri di Pantai Marina, Ancol, Jakarta, 15 Agustus 2003.

Suatu akhir yang fantastis dan membanggakan dari ekspedisi menapaktilas rute perdagangan kayumanis (The Cinnamon Route) yang pernah dilalui nenek moyang bangsa Indonesia, 12 abad silam.

Berdasarkan laporan harian di situs resmi Ekspedisi Kapal Borobudur: Indonesia to Africa 2003 di www.borobudurshipexpedition.com, kapal yang seluruhnya terbuat dari kayu itu terlambat 1,5 bulan. Jadwal semula adalah Kapal Borobudur sampai di Accra, Ghana, setelah empat bulan melalui rute Jakarta- Seychelles-Madagaskar-Cape Town-Accra.

Keterlambatan itu di antaranya disebabkan oleh keganasan alam, terutama saat menempuh tahapan terberat Madagaskar-Cape Town yang harus memutari Tanjung Harapan.

Kapal yang dipimpin kapten kapal Kapten (L) I Gusti Putu Ngurah Sedana dari TNI Angkatan Laut tersebut terpaksa berhenti beberapa kali di pelabuhan-pelabuhan yang tidak direncanakan karena gangguan badai dan angin mati, seperti di Mossel Bay dan Port Elizabeth, Afrika Selatan.

Hingga ke akhir perjalanannya, pemimpin ekspedisi yang mantan anggota Royal Navy (Angkatan Laut Kerajaan Inggris), Philip Beale, telah mengikutsertakan 27 orang dari berbagai bangsa. Sebagian di antaranya diganti secara bergiliran di Seychelles dan Durban, Afrika Selatan.

Sepuluh di antaranya adalah peserta dari Indonesia, termasuk kapten kapal dan tiga pembuat perahu dari Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, yang turut membangun kapal dari awal, yaitu Julhan, Muhammad Abdu, dan Sudirman.

KAPAL Borobudur adalah replika kapal dagang abad ke-9 yang dibuat berdasarkan relief Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Adalah Philip Beale, yang selama 20 tahun penasaran untuk merekonstruksi replika kapal sepersis mungkin dengan aslinya, kemudian melayarkannya melintasi jalur perdagangan kayu manis yang diduga kuat telah dilakukan nenek moyang bangsa Indonesia waktu itu.

“Nenek moyang Bangsa Indonesia tampaknya telah berlayar hingga ke pantai barat Afrika pada abad ke-9 untuk berdagang rempah-rempah termasuk kayu manis,” papar Beale ketika diwawancarai Kompas, Juli tahun lalu.

Oleh para pembuat perahu tradisional di Kangean-pulau di sebelah utara Bali-mimpi Beale dicoba diwujudkan. Mereka membangun replika kapal berdasarkan desain Nick Burningham, perancang kapal dari Fremantle, Australia.

Hampir seluruh teknologinya tradisional sesuai dengan yang diperkirakan digunakan tahun 800-an. Misalnya, tidak menggunakan paku besi, cat, atau pernis, tetapi diganti dengan pasak kayu dan getah damar.

AWALNYA banyak orang yang menganggap rencana pelayaran itu “gila”. Keraguan -terutama oleh orang Indonesia sendiri-terhadap kemampuan kapal dan para krunya tercermin dari minimnya liputan media saat persiapan dan menjelang keberangkatan Kapal Borobudur.

Sponsor dari Indonesia untuk mendukung kesuksesan ekspedisi, juga minim. Dari 30 sponsor yang disebut dalam website resmi Ekspedisi Kapal Borobudur, hanya dua sponsor berasal dari Indonesia, yaitu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI dan Hotel Park Lane Jakarta.

Kompas yang sempat berlayar bersama Kapal Borobudur dalam perjalanan uji coba dari Surabaya ke Semarang pun sempat ragu. Mungkinkah kapal sekecil itu (berukuran panjang 18,29 meter dan lebar 4,25 meter) mampu menyeberangi Samudra Hindia, memutari Tanjung Harapan, dan menyusur Samudra Atlantik menuju Accra. Untuk melayarkannya dari satu pulau ke pulau lain di Indonesia saja rasanya berat.

Akan tetapi, sejarah membuktikan lain. Kapal berhasil mengarungi lautan mahaluas tanpa hambatan berarti. Seperti dikatakan Philip Beale dalam surat elektroniknya, tidak satu pun papan ataupun kayu pada kapal yang bergeser dari posisi selama perjalanan.

Perjalanan Kapal Borobudur, tak pelak lagi adalah tonggak sejarah baru bagi Indonesia sebagai sebuah negara bahari.

(DAHONO FITRIANTO)

Artikel Lainnya