Kompas/Amir Sodikin

Dalam radius beberapa kilometer dari desa adat terakhir, Desa Tumbang Topus, Kecamatan Sumber Barito, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, termasuk wilayah Pegunungan Muller, terdapat hutan larangan yang pohonnya tidak boleh ditebang oleh siapa pun.

Ekspedisi Lintas Barito-Muller-Mahakam 2

Tim Tembus Pegunungan Muller

·sekitar 3 menit baca

Ekspedisi Kompas 2005

TIM TEMBUS PEGUNUNGAN MULLER

Long Bagun, Kompas

Setelah melewati belasan riam dan dinding terjal di Pegunungan Muller, tim Ekspedisi Barito Muller Mahakam Kompas 2005 akhirnya menembus pegunungan melewati celah di sekitar ketinggian 1.650-an meter, lalu menuruni tegakan tebing yang membatasi Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur untuk melanjutkan penelitian dan perjalanan sesuai dengan rencana ekspedisi.

Tim yang selama berhari-hari berjalan melewati kelebatan rimba raya baru mencapai Sungai Mahakam hari Minggu (26/6). Perjalanan melintasi Muller dimulai dari Desa Tumbang Topus, Kecamatan Sumber Barito (Kalteng), menuju lokasi persinggahan di kawasan Penyungkat, daerah peladangan berpindah warga Dayak Bahau dan Dayak Aoheng di Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim, ini cukup panjang karena melewati pegunungan Kalteng-Kaltim yang curam.

Tim?dengan rombongan (13 anggota) dan bantuan 20 pemandu, sekaligus porter dari Tumbang Topus?bekerja sama menempuh medan berat selama hampir tiga hari dengan berjalan kaki, sambil memanfaatkan tali-temali untuk menuruni tebing Batu Ayau sedalam 200-an meter.

Wartawan Kompas Try Harijono, Danu Kusworo, Prasetyo Eko P, dan Amir Sodikin beserta lima peneliti dari Universitas Mulawarman dan Universitas Lambung Mangkurat serta Sekolah Tinggi Theologi Gereja Kalimantan Evangelis, serta lima anggota kelompok pencinta alam Meratus Hijau, sebelumnya selama tiga hari meneliti dan mengamati kegiatan pilkada di Kalteng serta meneliti kehidupan pencari getah gaharu dan sarang burung walet, juga tentang mitos dan kenyataannya “Punan Kaki Merah”. Di sana tim juga mencatat dan mengamati beberapa peninggalan arkeologi.

Menjelang meninggalkan Desa Tumbang Topus serta bersepakat secara adat Dayak soal bayaran jasa tenaga angkut perbekalan dan peralatan ekspedisi di Tumbang Topus, tim ekspedisi pencari data dan fakta lapangan ini sempat dilepas secara adat dengan rangkaian upacaranya. Selama tiga hari perjalanan mendaki itu tim melakukan sejumlah penelitian serta memasang kamera perangkap foto satwa. Selain itu, mengamati dan meneliti avifauna atau burung, meneliti jenis tumbuhan hutan, dan mengamati ekosistem di kawasan sumber air sungai-sungai besar di Kalsel dan Kalteng.

Setibanya di daerah Kaltim, tim akan melanjutkan penelitian dan pengamatan lapangan. (RAY/DNU/AMR/THY)

TIM TEMUKAN 110 JENIS BURUNG

Penyungkat, Kompas

Tim Peneliti Ekspedisi Barito-Muller-Mahakam menemukan sedikitnya 110 jenis burung di sekitar Pegunungan Muller yang merupakan wilayah perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Beragamnya jenis burung ini membuktikan, kondisi hutan Pegunungan Muller masih sangat baik dan berbagai jenis makanan burung masih tersedia cukup banyak.

“Karena itu, semestinya pemerintah bersikap serius melindungi Muller dari kegiatan perburuan dan penebangan liar,” tutur Chandradewana Boer, Direktur Pusat Penelitian Hutan Hujan Tropis Universitas Mulawarman Samarinda, yang ikut dalam tim ekspedisi dan berhasil menuruni Pegunungan Muller, Rabu (29/6).

Cendrawasih kalimantan

Chandradewana Boer mengungkapkan, di antara burung- burung yang hidup di Pegunungan Muller, beberapa di antaranya merupakan burung yang dilindungi.

Selain cendrawasih kalimantan (Tersiphone paradisi), yang bulu ekornya sangat panjang dan termasuk burung yang dilindungi, di Pegunungan Muller juga ditemukan burung bondol kalimantan yang merupakan endemik Kalimantan.

Selain itu, ditemukan pula berbagai jenis burung komersial yang sangat rawan menjadi sasaran pemburu karena harganya cukup mahal, antara lain burung cucakrowo, murai, dan burung tiung.

Sementara itu, ke-110 jenis burung tersebut bisa dikategorikan berdasarkan tempat tinggalnya. Ada burung yang hidup di pinggir sungai seperti burung raja udang, di atas tajuk pohon seperti burung enggang, di tajuk pohon seperti pelatuk, dan di bawah tajuk pohon seperti burung sitta.

Ada pula burung yang hidup di tempat terbuka seperti kutilang dan bubut, burung yang hidup di air seperti ibis karau. Rustam Fahmy dari Laboratorium Ekologi dan Keragaman Hayati Universitas Mulawarman Samarinda mencatat, di sekitar Pegunungan Muller terdapat beberapa jenis hewan mamalia, antara lain musang, kijang, rusa, pelanduk, tupai, babi hutan, dan beruang madu. (thy/ray)

Artikel Lainnya