DICKY/LUHUR

Liputan Kompas Nasional

Infrastruktur: Caringin-Cidaun Mulai Dibangun

·sekitar 3 menit baca

Belasan pekerja, hingga Rabu (6/5) petang, masih mengebut menyelesaikan pembangunan ruas Caringin-Cidaun sepanjang 10 kilometer. Sepotong jalan di lintas selatan Jawa yang menghubungkan Kabupaten Garut dan Cianjur, Jawa Barat, itu ditargetkan selesai bulan Oktober mendatang.

Lima jembatan di jalur itu, Cikawung I, Cidahon, Ciawi, Cilaki, dan Cikawung II, telah selesai dibangun. Adapun Jembatan Ciseula di Cidaun masih berupa jembatan kayu. Kendaraan roda empat yang akan menyeberang dari arah berlawanan harus bergantian.

Para pekerja kemarin sudah menyelesaikan 2,5 kilometer dari 10 kilometer jalan yang ditargetkan. Adapun 7,5 kilometer lainnya masih berupa susunan batu, aspal terkelupas dan tergerus air, serta tertimbun tanah sisa longsoran.

“Pelaksana pengerjaan proyek ini adalah PT Era Tata Buana dari Garut. Saya mandor aja,” kata Oman Suherman, Rabu.

Kendaraan masih sulit melintas di jalur Cidaun karena jalan bergelombang. Susunan batu memaksa kendaraan melaju dalam kecepatan kurang dari 10 kilometer per jam. Saat hujan turun, jalan licin dan menyebabkan ban selip.

Warga berharap proyek pembangunan jalan lintas selatan (JLS) yang menghubungkan Pangandaran dan Palabuhanratu segera selesai. Jalur itu menjadi urat nadi yang menghubungkan simpul-simpul ekonomi di wilayah selatan Jawa Barat terutama Palabuhanratu, Pameungpeuk, dan Pangandaran.

Dibandingkan dengan ruas Pangandaran-Caringin, ruas Caringin-Cidaun jauh berbeda. Tahun lalu, ruas tersebut masih terputus karena belum ada jembatan. Para pengguna jalan terpaksa menyeberang sungai di bagian muara.

Cikajang-Pameungpeuk

Jika kondisi JLS Jawa Barat belum semua bagus, lain halnya dengan jalan vertikal yang menghubungkan JLS dengan pusat kota seperti ruas jalan Cikajang-Pameungpeuk. Secara umum, kondisi jalan sepanjang 60 kilometer ini bagus.

Akan tetapi, kendala utama pengendara yang melintas di jalan ini adalah karakteristik jalan yang berkelok dengan jurang di tepi jalan. Sedikitnya, ada empat lokasi dengan kondisi tanah labil sehingga jalan melesak dan bergelombang. Hal ini menyebabkan rata-rata kecepatan kendaraan hanya 30 kilometer per jam. Lubang di beberapa lokasi, misalnya di Kilometer 28 dan Kilometer 21 sepanjang satu kilometer, semakin menghambat laju kendaraan.

Karakteristik geografis di jalan ini rawan pergerakan tanah sehingga berisiko longsor. Beberapa lokasi bekas longsoran terlihat ketika Kompas melintas di Kilometer 34.

Pada malam hari, jalur Cikajang-Pameungpeuk lebih sulit dilalui karena tebalnya kabut dan tidak adanya penerangan jalan. Pengguna jalan terpaksa berjalan lambat untuk menghindari kecelakaan.

Pengusaha perkebunan dan pemilik Hotel ANB dari Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Asep Saepudin, mengatakan, kondisi jalan Cikajang-Pameungpeuk yang bergelombang dan berlubang menyebabkan hasil perkebunan dan perikanan yang diangkut kendaraan menjadi rusak.

“Karena kondisi jalan kurang bagus, kualitas hasil perkebunan dan perikanan menurun. Bahkan, terkadang produk ditolak calon pembeli karena rusak,” kata Asep. (ADH/MKN/HRD)

Perindustrian: Libatkan Masyarakat dalam Pengembangan

Pengembangan industri di wilayah selatan Jawa Barat perlu untuk mengatrol perekonomian masyarakat yang tertinggal dibandingkan dengan wilayah utara. Rencana pengembangan harus melibatkan masyarakat.

Wilayah selatan Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Cianjur memiliki potensi perikanan dan perkebunan karet yang belum dioptimalkan. Seorang pengusaha perkebunan di Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Asep Saepudin (49), Rabu (6/5), mengatakan, pengembangan industri di wilayah selatan Jawa Barat akan mendorong ekonomi masyarakat ikut bergulir.

Industri pengolahan karet tak hanya meningkatkan nilai produk, tetapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat. “Dari sektor perkebunan saja, buruh-buruh lepas bisa terserap. Kalau pabrik dibuat, makin banyak orang terserap,” kata Asep.

Selain industrialisasi sektor perkebunan, sektor perikanan juga belum mendapat perhatian optimal dari pemerintah. Potensi perikanan laut sebanyak 177.198,97 ton di wilayah selatan tak tergarap optimal karena kurangnya dermaga bagi perahu nelayan.

Nelayan di Pelabuhan Jayanti, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Iman (38), mengatakan, sebagian besar dari 150 perahu nelayan di Jayanti tak mendapat tempat karena sempitnya dermaga. Akibatnya, penangkapan ikan tidak optimal.

Namun, rencana pengembangan jalan lintas selatan Jawa beserta industri harus melibatkan masyarakat. Antropolog dari Universitas Padjadjaran, Kusnaka Adimiharja, mengatakan, pengembangan wilayah selatan Jawa Barat harus didahului studi mendalam agar tak berdampak buruk kepada masyarakat. Tanpa itu, pengembangan hanya akan mengeksploitasi sumber daya alam dan meminggirkan masyarakat.

“Struktur masyarakat harus didalami agar rencana pengembangan tepat sasaran. Pengembangan jalan di selatan Jawa Barat dan industrinya jangan hanya menguntungkan pemilik modal ,” kata Kusnaka.

Wilayah selatan Jawa Barat semula dikembangkan secara terbatas oleh pemerintah kolonial Belanda karena kondisi geografis yang relatif sulit. Setelah wilayah selatan Jawa Barat terbuka, pengembangan dilanjutkan Pemerintah Indonesia, tetapi belum memberi dampak signifikan terhadap ekonomi masyarakat hingga kini. (AHA)

Artikel Lainnya