KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN

Perbaikan jalan sepanjang 10 kilometer yang menghubungkan Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, dengan Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (6/5), terus dilakukan. Di wilayah selatan Jawa Barat masih banyak ruas jalan lintas selatan (JLS) yang rusak dan perlu ditingkatkan kualitasnya.

Liputan Kompas Nasional

Susur Selatan Jawa 2009: Minimnya Transportasi dan Infrastruktur Jadi Masalah

·sekitar 2 menit baca

Kawasan selatan menjadi daerah potensial pemasok hasil bumi. Namun, minimnya transportasi dan kondisi infrastruktur masih menjadi persoalan. Pendapatan petani dari penjualan hasil bumi, seperti kubis, jagung, dan rosela, masih minim karena petani tidak bisa langsung mengakses pasar.

Marni, petani jagung di Kampung Karangwangi 3, Kecamatan Cijayana, Kabupaten Garut, Rabu (6/5), mengatakan, jagung dari ladangnya kadang hanya dihargai Rp 1.500 per kilogram. Padahal, di pasar tradisional harga jagung bisa mencapai Rp 3.000-Rp 3.500 per kilogram.

“Kami biasanya tak langsung menjual ke pasar. Ada pengepul yang datang,” katanya.

Menurut Marni, ia tidak mungkin menjual langsung ke pasar tradisional karena ongkos transportasinya mahal. Apalagi, jagung yang dihasilkan lahannya kurang dari 1 ton. Sekali jalan ke Garut, menurut dia, bisa menghabiskan Rp 20.000.

Pengumpul kubis di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Rahmi (38), juga mengeluhkan infrastruktur yang tidak memadai. Kondisi jalan di Garut selatan yang berkelok dan bergelombang membuat pengiriman kubis ke Tangerang dan Tasikmalaya menjadi lama dan hasil pertanian itu berpotensi membusuk.

Selama ini, kubis dari Garut dikirim ke Jakarta, Bandung, Tangerang, dan Bekasi. Hasil pertanian dari Garut selatan akan melewati jalan kabupaten yang berliku dan berlubang. Ini berisiko pada menurunnya kualitas hasil panen yang dibawa.

Hingga kini, perkebunan menjadi salah satu sektor potensial di wilayah selatan. Sebagian warga memanfaatkan lahan tidur untuk ditanami berbagai komoditas perkebunan dan ladang.

Rosela adalah salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan warga. Marni juga memanfaatkan lahan tidur di halamannya untuk ditanami rosela.

“Daripada lahan menganggur, saya tanami rosela. Dalam jangka waktu delapan bulan bisa dipanen, tetapi hasilnya hanya Rp 500.000 untuk sekali panen kurang dari 1 kuintal,” katanya.

Adapun petani di Tasikmalaya memanfaatkan lahannya untuk berkebun pisang dan kelapa. Hasilnya bisa menambah pendapatan mereka setiap bulan.

“Dari hasil bumi itu kami bisa mendapat tambahan sebesar Rp 500.000,” kata Nurdin, warga Buniayu, Kecamatan Cipatujah. (NIT/ADH/MKN/AHA)

Artikel Lainnya