KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Salah satu titik kondisi buruk infrastruktur jalan lintas selatan Jawa Barat di perbatasan antara Kabupaten Garut dan Cianjur, Jawa Barat, yang sedang dalam pengerjaan pengerasan jalan, Rabu (6/5). Buruknya infrastruktur jalan ini membuat lemahnya perekonomian dan pertumbuhan pembangunan masyarakat setempat.

Liputan Kompas Nasional

Infrastruktur Jawa Barat: Masa Depan Ada di Selatan Jabar

·sekitar 4 menit baca

Asep Saepudin barangkali termasuk orang paling tidak waras yang tinggal di selatan Jawa Barat. Bayangkan, di jalur yang sepi itu, dia nekat mendirikan sebuah hotel mewah di Pameungpeuk, Kabupaten Garut. Hotel dengan 26 kamar itu dilengkapi pendingin ruangan, air panas, kolam renang seluas 375 meter persegi, bungalo, gazebo, dan ruang pertemuan dengan total investasi Rp 5 miliar.

Setelah empat tahun beroperasi, sejak tahun 2005, bisnis ini tidak pernah untung. Tingkat pengisian kamar hotel tidak pernah lebih dari 25 persen. “Saya memang dituduh sudah gila karena melakukan investasi di jalur sepi. Tetapi, saya punya optimisme, suatu saat jalur selatan Jabar pasti berkembang pesat,” kata Asep.

Optimisme Asep bukan tanpa dasar. Di kawasan tersebut tersebar aneka potensi ekonomi luar biasa. Setiap tahun kelapa diproduksi rata-rata 85.049 ton, pisang 552.784 ton, kacang tanah 47.714 ton, dan karet 25.753 ton. Selain itu, ada pula ikan mencapai 15.750 ton per tahun. Komoditas-komoditas itu disuplai ke sejumlah kota di Jawa Barat, seperti Bandung, Bogor, Sukabumi, Depok, bahkan Jakarta.

Wisata mirip Bali

Selain itu, ada pula potensi pariwisata pantai di selatan Garut dan selatan Sukabumi. Di Pantai Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, misalnya, terbentang pasir putih nan luas berpadu dengan panorama hutan alam, termasuk Cagar Alam Cibanteng dan Suaka Margasatwa Cikepuh.

“Sebetulnya yang dibutuhkan para fotografer semuanya tersedia di Ujung Genteng. Mau cari gulungan ombak, pasir putih, alam pegunungan, keindahan alam, kehidupan nelayan, kehidupan petani padi sawah, petani kelapa dan perkampungan, semuanya tersedia di sini. Bahkan, dari satu lokasi ke lokasi lain bisa didatangi dengan berjalan kaki,” kata Suherry dari Komunitas Fotografer 89.

“Bali menjadi terkenal dan diminati wisatawan karena memiliki obyek yang lengkap. Ujung Genteng meski tidak seterkenal Bali, tetapi kekayaan alam yang dimiliki menyerupai Bali. Makanya, lokasi ini menjadi salah satu tempat yang paling diburu para fotografer, tapi kurang didukung infrastruktur,” tambah Suherry, yang mengaku sudah beberapa kali ke Ujung Genteng.

Namun, potensi pariwisata tersebut belum tergarap optimal. Pengunjung hanyalah masyarakat lokal, tetapi itu pun terjadi pada akhir pekan atau liburan. Sementara wisatawan mancanegara dapat dihitung dengan jari.

Penyebabnya adalah buruknya infrastruktur jalan di wilayah selatan Jawa Barat. Dari sekitar 420 kilometer jalan menghubungkan Pangandaran (Kabupaten Ciamis)-Pelabuhanratu (Kabupaten Sukabumi) kurang lebih 80 persen di antaranya dalam kondisi rusak. Di ratusan titik, kerusakan itu telah berbentuk kubangan bercampur lumpur sehingga angkutan umum pun jarang dioperasikan di wilayah tersebut.

Kondisi serupa juga terjadi pada jalan menghubungkan kota kabupaten dengan kota kecamatan yang ada di wilayah selatan. Akibatnya, waktu tempuh menjadi lebih lama.

Misalnya, rute Pameungpeuk-kota Garut dan Sindangbarang-Kota Cianjur yang jaraknya sekitar 100 kilometer harus ditempuh selama empat sampai lima jam menggunakan angkutan umum. “Itu baru sekali jalan. Makanya, warga di selatan Jabar jarang bepergian ke kota kabupaten terdekat, termasuk menjual hasil bumi,” kata Wandi (32), warga Desa Tegalsari, Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur.

Daerah otonom

Mengapa kondisi jalan raya di sepanjang lintas selatan Jabar masih sangat buruk? Bukankah wilayah itu memiliki potensi ekonomi yang banyak? Di mana letak akar persoalan yang sebenarnya?

Jawabannya hanya satu, yakni di selatan Jawa Barat tidak memiliki pusat pemerintahan kabupaten sehingga tidak memiliki pendorong guna memicu dan memacu pertumbuhan ekonomi setempat. Kondisi infrastruktur tetap merana.

Ini yang membedakan dengan wilayah selatan di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang jauh lebih hidup. Di kedua provinsi tersebut tersebar banyak ibu kota kabupaten di kawasan selatan sehingga ekonomi setempat terus bertumbuh dan berkembang. Kapasitas dan kualitas infrastruktur dasar, seperti jalan, jembatan, transportasi darat, pelabuhan, serta listrik terus ditingkatkan dengan anggaran dari pusat, provinsi, dan kabupaten.

Sebaliknya, di wilayah Jabar, ibu kota kabupaten/kota terkonsentrasi di wilayah tengah dan utara. Jalur transportasi, yakni kereta api dan angkutan bus antarkota dalam provinsi serta antarprovinsi, juga hanya beroperasi di wilayah utara dan tengah Jabar.

Satu-satunya kota di selatan Jabar hanya Pelabuhanratu. Sebelum tahun 2002, kondisi Pelabuhanratu mirip seperti yang sedang terjadi di Pameungpeuk (selatan Garut), Sindangbarang (selatan Cianjur), dan Cipatujah (selatan Tasikmalaya). Akan tetapi, setelah menjadi ibu kota Kabupaten Sukabumi, Pelabuhanratu langsung berkembang pesat. “Jalan diperbaiki, dilebarkan, dan diaspal mulus. Arus angkutan antarkota dan antardesa berlangsung setiap saat,” ujar Ade (52), warga Cilauteureum, Kabupaten Garut.

Jadi, kehadiran kota-kota baru sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pelayanan pemerintahan di selatan Jabar sungguh penting. Kota itu ibarat gula. Kehadirannya pasti mengundang banyak “semut” untuk memotori pembangunan wilayah setempat. (DWI BAYU RADIUS)

Artikel Lainnya