KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS) 02-08-2019

Peminat teh mengikuti kelas Foundation of Tea From Leaf to Cup dari ahli teh Ratna Somantri di ABCD School of Coffee, Jakarta, Jumat (2/8/2019).

Perkotaan

Kami Juru Bicara Teh

·sekitar 5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS) 02-08-2019

Peminat teh mengikuti kelas Foundation of Tea From Leaf to Cup dari ahli teh Ratna Somantri di ABCD School of Coffee, Jakarta, Jumat (2/8/2019).

MOHAMMAD HILMI FAIQ

Pamor teh makin bersinar. Kafe-kafe tidak lagi dimonopoli kopi. Selalu ada teh menyusup di antara cangkir-cangkir pelanggan. Teh berwarna putih, ungu, bahkan berbuih. Itu salah satu hasil kerja para Kartini juru bicara teh yang ingin teh Nusantara berjaya.

Segelas teh putih dipuncaki potongan lemon dan daun mint tampil cantik di akun Instagram @ratnasomanti milik pengkhusus teh (tea specialist) Ratna Somantri (41). Itu yang dia unggah pada Kamis (30/4/2020). ”IG live ketiga #ngetehdirumahaja sore ini jam 4…” begitu potongan tulisan keterangan yang mengajak para pengikutnya untuk menyimak.

Instagram Ratna berisi 1.989 foto, hampir semuanya tentang teh. Ini mencerminkan totalitas dan komitmen Ratna dalam mengembangkan teh Nusantara. Paling tidak, sudah 14 tahun dia mencurahkan pikiran, strategis, tenaga, dan jaringannya untuk memajukan teh Nusantara. Dia sempat mendalami teh ke Malaysia, Jepang, Hong Kong, dan China. Lalu dia menemukan fakta bahwa teh Nusantara tidak kalah berkualitas.

Masalah yang kemudian menjadi konsentrasinya adalah persepsi masyarakat terhadap teh yang dianggap minuman receh. Untuk mengubah persepsi itu, Ratna menempuh dua strategi, yakni kampanye es teh dan injeksi pengetahuan di kalangan milenial. Generasi milenial dia anggap lebih mudah dipengaruhi dan mempunyai kemampuan untuk melipatgandakan pengaruh tersebut. ”Mereka kreatif. Enggak punya tanggungan. Sangat bagus sekali sebagai modal promosi.”

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ (MHF)

Ratna Somantri saat demo penyeduhan teh di Senayan City, Februari 2020.

Strategi itu didukung Dewan Teh Indonesia, tempat Ratna duduk sebagai Ketua Bidang Promosi. Ratna pun membuka beragam kelas teh mulai yang dasar sampai teh kontemporer. Lewat Indonesia Tea Institute yang dia dirikan, Ratna berhasil menggandeng ABCD School of Coffee, sebuah lembaga pendidikan nonformal yang menghasilkan ratusan barista di negeri ini. Di ABCD, Ratna mengampu puluhan peminat teh yang kemudian membuka kafe-kafe teh. Lulusan kelas Ratna juga membuka kelas baru di daerah-daerah.

Di luar kelas itu, ratusan kali Ratna diundang sebagai pembicara tentang teh. Ratna memiliki kemampuan public speaking yang bagus sehingga paparannya mudah disimak dan menarik. Kemampuan itu didukung dengan keterampilan menulis yang juga tak kalah bagus. Sejak 2013 hingga sekarang, dia menerbitkan empat buku, semua tentang teh.

Hilirisasi

Buku terakhir, Teh Kekinian untuk Usaha (2019) yang berisi 50-an resep teh, banyak dibaca orang. Begitu juga dengan buku Iced Tea Book (2018). Dua buku ini bisa menjadi dasar untuk membuat teh tampil cantik sekaligus tak ribet. Ratna yakin, jika teh di hilir bangkit, petani dan kebunnya juga membaik.

Kayakinan itu sebangun dengan idealisme praktisi teh Iriana Ekasari (55). Pada suatu siang di awal Februari 2020, kami mampir ke markasnya di Kota Bogor. ”Silakan masuk. Kita ngobrol di dalam saja,” sapa Iriana, yang segera mengajak kami keliling rumah mungil itu.

.KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS) 06-02-2020

Pegiat teh Iriana Ekasari, pendiri Sila Tea House menjelaskan bermacam-macam teh dan penyajiannya di kawasan Tegallega, Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/2/2020)

Ini bukan rumah biasa. Iriana telah menyulap ruang tamu menjadi kelas lengkap dengan meja dan kursi ala kafe. Di ujung ruangan, terdapat bar teh cantik dengan pencahayaan kuning yang memberi kesan hangat. Di sinilah Iriana dan rekan-rekannya menularkan kecintaan terhadap teh Nusantara.

”Dalam dua tahun ini sudah sekitar 400 orang yang ikut pelatihan teh di sini,” kata pendiri Sila Tea House ini.

Di samping ruang kelas tadi terdapat ruangan sebesar kamar tidur yang sudah disulap menjadi semacam tempat penyimpanan. Di sini Iriana menjajar beragam kreasi dan produk teh artisan. Teh di tangan Iriana menjadi entitas cantik yang rasanya ingin kita koleksi. Setidaknya terdapat 12 nama teh artisan yang menjadi unggulan Iriana, antara lain Mojang Geulis, Semangat Pagi, dan Kasmaran. Setiap varian itu dia lengkapi dengan narasi yang menambah daya tarik teh.

Teh Kasmaran, misalnya, dia racik dari enam bahan, antara lain teh hijau organik, bunga, dan herbal pilihan sebagai simbol cinta. Coba perhatikan motonya, ”Kasmaran, Celebrating the Eternal Love.” Rasa teh ini seindah tagline-nya: aromatik, agak manis, dan lembut.

Iriana pernah selam 12 tahun bekerja di perusahaan multinasional dan bertahun-tahun menjadi konsultan. Dia pernah menangani arah jenama (brand) produk hilir PTPN VIII, yakni Goalpara dan Walini. Terakhir, dia duduk sebagai Direktur Utama PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), anak perusahaan induk PTPN III.

”Saya ingin berguna untuk negeri ini karena selama ini banyak bekerja untuk orang lain,” ujarnya sembari menambahkan, setelah keluar dari KPBN, dia mendirikan Sila Tea.

Lini tengah-belakang

Iriana merupakan salah satu orang yang getol mengampanyekan pentingnya hilirisasi industri teh. Jika sektor hilir maju, akan berdampak signifikan terhadap petani dan kebun teh. Ini yang dia lakukan di Sila Tea.

Jika Ratna dan Iriana berada di lini depan promosi teh, bisa dibilang Santhi H Serad (47) berada di lini tengah. Pendiri Aku Cinta Masakan Indonesia ini sebenarnya seorang praktisi gastronomi, tetapi punya perhatian khusus pada teh. Di forum-forum internasional, dia membawa serta teh Nusantara untuk disajikan, seperti pada London Book Fair dan Frankfurt Book Fair tahun ini. ”Pada 1 April lalu mestinya saya diundang jamuan makan malam di Moskwa (Rusia) dan saya sudah mempersiapkan teh Indonesia. Sayangnya batal karena Covid-19,” kata Santhi.

Kompas/Mohammad Hilmi Faiq

Pendiri Indonesia Tea Institute Ratna Somantri mempraktikkan penyeduhan teh dicampur beragam bahan lain seperti markisa dan daun pandan.

Undangan itu, antara lain karena buku Santhi, Leaf It to Tea (2018). Buku penyempurnaan dari buku sebelumnya, Teh dan Teh Herbal: Sebuah Warisan Budaya, itu mendapat penghargaan Gourmand Cook Book Awards tahun 2019 untuk dua kategori, yakni Asia Tea Book dan Illustrations. Buku ini menjadi salah satu rujukan orang luar memahami teh Indonesia.

Di lini belakang, Dr Rohayati Suprihatini (58) berjuang tak kalah keras memajukan teh Nusantara lewat penelitian. Sudah ada 70-an publikasi karyanya di jurnal-jurnal lokal dan internasional tentang teh. Salah satunya mendapat penghargaan dari The International Society of Antioxidant in Nutrition and Health (ISANH) pada 2009.

Sekarang dia duduk sebagai Ahli Peneliti Utama PT Riset Perkebunan Nusantara. ”Sekarang yang juga penting itu menjaga lahan teh agar tidak dialihfungsikan. Setiap tahun ada 2.500 hektar yang beralih fungsi dalam 10 tahun terakhir. Kalau industri hilirnya bagus, kebun teh akan ikut terjaga. Saya senang ada anak-anak muda yang gencar kampanye teh di hilir,” kata Rohayati.

Tentu bukan mereka saja yang berjuang demi kemajuan teh Nusantara. Namun, langkah-langkah mereka ini penting untuk dicatat, paling tidak sebagai sumber inspirasi agar teh Nusantara kembali jaya. Terima kasih para Kartini teh.

Artikel Lainnya