KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE) 25-07-2019

Beragam teh disajikan untuk dicoba dalam sebuah pameran Food Expo di JIExpo, Jakarta, Kamis (25/7/2019).

Perkotaan

Si Penghadang Radikal Bebas

·sekitar 4 menit baca
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE) 25-07-2019

Beragam teh disajikan untuk dicoba dalam sebuah pameran Food Expo di JIExpo, Jakarta, Kamis (25/7/2019).

Pasukan Inggris berhasil mengusir pasukan Romawi berkat ramuan ajaib (magic potion) dari timur jauh yang diminum Asterix dan rekan-rekannya. Begitu cerita komik Asterix in Britain yang ditulis Rene Goscinny dan digambar Albert Uderzo pada 1965. Ramuan ajaib itu tak lain adalah teh (Camellia sinensis). Masyarakat Inggris sangat percaya teh dapat melipatgandakan stamina dan menentang radikal bebas.

Kepercayaan ini juga dipegang sejak lama oleh banyak warga dunia. Nah, ketika pandemi Covid-19 mengelilingi kita, banyak orang melirik teh sebagai salah satu minuman yang dipercaya mampu menangkap virus korona. Sempat muncul pesan berantai lewat aplikasi percakapan pada akhir Maret lalu bahwa teh mampu menangkal virus korona. Pesan tersebut diklaim berasal dari Li Wenliang, dokter China pertama yang memperingatkan bahaya virus korona.

Pesan tersebut terbukti hoaks karena Li tidak pernah menyampaikan hal tersebut. Bahwa teh punya khasiat melawan virus, menurut beberapa penelitian menguatkan itu. Ini misalnya dilansir Pusat Penelitian Teh dan Kina serta Journal of Medical Virology yang mengatakan teh mengandung tehaflavin yang ampuh membendung virus. Namun, belum ada bukti teh mampu menyembuhkan seseorang dari Covid-19. Itu hanya klaim yang berlebihan.

Antioksidan

Guru Besar Ilmu Kardiologi Universitas Indonesia Dede Kusmana menjelaskan, teh mengandung senyawa katekin, kandungan utama polifenol. Buah dan sayuran juga mengandung unsur ini. Polifenol memberi warna, makin cemerlang, makin kuat warnanya, makin tinggi kadar senyawa polifenol yang dikandungnya. Untuk menjaga kesehatan dianjurkan menyantap tiga sampai lima porsi sehari. Berarti minum teh juga paling pas tiga cangkir per hari, atau 600 mililiter.

Polifenol berkhasiat sebagai antioksidan, menangkal proses oksidasi di dalam tubuh. Oksidasi bisa terjadi karena makanan mengandung lemak yang tinggi, gula yang tinggi, atau garam yang banyak. Bisa juga karena rokok. Orang lebih mengenal semua itu dengan sebutan radikal bebas.

KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS) 06-02-2020

Pegiat teh Redha Taufik Ardias menjelaskan cara penyajian bermacam teh di Sila Tea House di kawasan Tegallega, Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/2/2020).

Nah, katekin mempunyai unsur epikatekin (EC), epikatekin gallat (ECG), katekin (C), dan gallokatekin (CG). Semua itu 100 kali lebih efektif dibandingkan dengan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan dengan vitamin E dalam menangkal radikal bebas.

Prof Dede menambahkan, selama ini teh hijau, teh hitam, dan teh oolong digunakan mencegah proses oksidasi. Meminum teh ini dapat membuat pembuluh darah menjadi lentur dan melebar (vasodilatasi). ”Bayangkan aliran sungai, jika sungainya lebar, alirannya pelan karena tekanan air rendah, sebaliknya jika sungainya menyempit, alirannya kencang, tekanannya tinggi,” kata Dede menggambarkan.

Teh efektif mencegah penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) ataupun hipertensi. Teh hitam mempunyai kandungan teaflavin yang dalam waktu 20 menit setelah diseduh memiliki kemampuan meningkatkan aktivitas insulin setara dengan teh hijau, sehingga kadar gula darah penderita diabetes bisa dikendalikan.

”Minum teh dapat cepat mengontrol kadar gula, dengan syarat teh diminum hangat-hangat tanpa gula,” kata Dede merujuk pada tulisannya, ”Teh dan Kesehatan”, yang ada dalam buku Teh Minuman Bangsa-Bangsa di Dunia karya Prawoto Indarto tahun 2007.

Penjelasan Dede sebangun dengan temuan Ahli Peneliti Utama PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) Rohayati Suprihatini. Wanita doktor ini menambahkan, EGCG adalah komponen katekin utama pada teh, yang terbukti memiliki aktivitas antivirus terhadap berbagai virus DNA dan virus RNA.

 

EGCG mampu menghambat tahap awal infeksi, seperti perlekatan, masuk, dan fusi membran, dengan mengganggu protein membran virus. ”Memang penelitian mengenai daya hambat katekin teh terhadap Covid-19 belum dilakukan. Namun, dengan adanya berbagai hasil penelitian, bahwa katekin pada teh terutama EGCG yang memiliki spektrum yang sangat luas dalam aktivitas antivirus, maka berpotensi dapat menghambat virus korona,” kata Rohayati.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ (MHF)

Suasana kelas tea blend di Javara Culture, Jakarta.

Berdasarkan paparan tersebut, Dede menegaskan, teh lebih bersifat mencegah virus. Bukan untuk melawan virus.

Berdasarkan banyak penelitian, teh juga mampu meredam stres, menjaga awet muda, dan mencegah beragam penyakit, termasuk yang disebut Dede di atas. Hal itu misalnya dikuatkan Nicolas Powell dalam bukunya, Green Tea and Health: Antioxidant Properties, Consumption and Role in Disease Prevention (2015). Begitu juga Caroline Dow dalam buku Healing Power of Tea (20214).

Meskipun belum terbukti mampu menyembuhkan orang dari Covid-19, teh sangat bagus bagi kesehatan. Jika rutin meminum teh, barangkali imun kita bisa sekuat Asterix. Paling tidak terhindar dari beragam radikal bebas atau penyakit, termasuk Covid-19. Ayo ngeteh untuk menghadang radikal bebas. (MOHAMMAD HILMI FAIQ)

Artikel Lainnya