Untuk ketiga kalinya, pendaki Indonesia menjejaki puncak Everest dan mengibarkan bendera Merah Putih di pucuk dunia. Selain itu, inilah pertama kalinya, petak dataran sempit pada ketinggian 8.848 meter di atas permukaan laut tersebut dijejaki pendaki Indonesia dengan melintasi jalur pendakian utara dari wilayah Tibet, China.
Adalah Iwan Irawan (39) dan Nurhuda (24) yang kembali mengibarkan sang saka Merah Putih di Everest, Sabtu (19/5). Keduanya adalah anggota perhimpunan pendaki gunung dan penjelajah rimba Wanadri yang tergabung dalam Tim Indonesia 7 Summits Expedition. Everest di Pegunungan Himalaya merupakan gunung tertinggi di dunia. Dalam bahasa Nepal, gunung yang terletak di perbatasan Nepal (sisi selatan) dan China (utara) itu disebut Sagarmatha atau Dewi Langit.
Iwan lebih dulu tiba di puncak sekitar pukul 07.49 waktu setempat atau 09.04 WIB. Nurhuda menyusul beberapa menit kemudian. Mereka didampingi Ciring, pemandu Mountain Experience, dan dua sherpa (istilah untuk pemandu yang juga nama suku di Nepal). Mereka menggunakan tabung oksigen saat bertolak dari kamp III utara (8.300 meter di atas permukaan laut/mdpl) Jumat malam.
Sabtu pagi itu, sejumlah anggota tim yang menunggu di kamp utama sempat sedikit gundah. Pasalnya, belum ada kabar dari kedua pendaki ke kamp utama yang terletak di sisi selatan Everest. Hendricus Mutter, manajer tim ekspedisi, yang memimpin kamp utama justru menerima kabar keberhasilan dari anggota tim yang berjaga di Kathmandu, ibu kota Nepal.
Rupanya, kedua pendaki kesulitan menghubungi kamp utama sehingga menyampaikan kabar langsung ke Kathmandu dengan menggunakan telepon satelit. ”Cuaca di puncak sangat baik. Hanya sedikit berangin,” kata Hendricus setelah menerima kontak dari Kathmandu. Kepada wartawan Kompas Harry Susilo yang juga berada di kamp utama, Hendricus menambahkan, setelah beberapa saat di puncak, para pendaki langsung turun ke kamp aju (6.500 mdpl). ”Supaya bisa langsung istirahat,” kata Hendricus.
Ekspedisi ke Everest telah dimulai sejak bertolak dari Indonesia akhir Maret silam. Dalam pendakian, tim Wanadri dibagi dua. Iwan dan Nurhuda mendaki lewat sisi utara (Tibet), sedangkan Ardeshir Yaftebbi (29) dan Fajri al-Luthfi (27) mendaki lewat sisi selatan dari Nepal. Menurut rencana, pendaki dari selatan akan mencapai puncak hari Minggu ini.
Puncak impian
Puncak Everest pertama kali dijejak oleh pendaki Selandia Baru, Edmund Hillary, dan Tenzing Norgay, seorang sherpa, pada 29 Mei 1953. Sejak itu, ribuan pendaki mengikuti jejak mereka.
Para pendaki Indonesia juga sudah lama memimpikan mengibarkan Merah Putih di Everest yang tingginya, jika dihitung dari permukaan laut, 67 kali tinggi Monas di Jakarta. Mimpi itu dibuka pertama kali oleh Hadidjojo dan Don Hasman pada medio 1978. Kedua pencinta alam dari Mapala UI itu melakukan penjajakan hingga Kumbu Glacier (4.900 mdpl), yang merupakan titik percabangan jalur menuju Everest dan Lhotse-Nuptse.
Baru pada 1997, Merah Putih bisa berkibar di puncak Sagarmatha lewat ekspedisi Kopassus TNI AD yang juga melibatkan pendaki sipil. Saat itu, atap dunia digapai dua anggota Kopassus, Asmujiono dan Misirin.
Tahun silam, pendaki kelompok pencinta alam Mahitala Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung, juga mencapai puncak Everest. Mereka adalah Sofyan Arief Fesa, Broery Andrew, Janathan Ginting, dan Xaverius Frans.
Namun, inilah pertama kalinya pendaki Indonesia berhasil mencapai Everest dari sisi utara. Pada 1997, tim utara Ekspedisi Indonesia tertahan di ketinggian 8.600 meter karena cuaca buruk. Gunawan ”Ogun” Muhammad, anggota Wanadri yang menjadi anggota pendaki tim utara 1997, mengenang, untuk melakukan pendakian final, para pendaki utara harus dua kali menghadapi dinding terjal, masing-masing setinggi 30 meter. ”Saya senang banget. Luar biasa,” ujar Ogun mengomentari keberhasilan Iwan dan Nurhuda yang sekaligus jadi penebus kegagalannya.
Ardeshir sakit
Jika tim utara kali ini telah menuntaskan ekspedisi, tim Wanadri yang mencoba menggapai pucuk Everest dari selatan sempat tertahan oleh longsoran salju yang menimpa kamp III (7.470 mdpl), Kamis silam. Selain itu, kemarin, salah satu pendaki, Ardeshir Yaftebbi, tidak dapat melanjutkan perjalanan karena menderita radang tenggorokan akut. Sebelum sampai di kamp III, Ardeshir memutuskan untuk kembali ke kamp utama.
Ardeshir mengakui, awalnya hanya menderita batuk biasa saat di kamp utama, tetapi kemudian bertambah parah saat mendaki ke kamp II (6.462 mdpl). ”Makan dan minum saja susah, sakit sekali di tenggorokan. Saya terus muntah di perjalanan, bahkan bercampur darah,” katanya.
Kini di selatan tersisa Fajri yang tetap melanjutkan perjalanan ke puncak. Fajri sudah berada di South Col atau kamp IV (7.894 mdpl) bersama pendaki profesional asal Jepang, Hiroyuki Kuraoka (50), Sabtu siang. Mereka berencana berangkat dari kamp IV Sabtu malam agar tiba di puncak pada Minggu pagi. ”Kami akan berangkat pukul 21.30,” kata Hiroyuki dari kamp IV.
Sagarmatha menjadi puncak terakhir dari tujuh puncak benua yang didaki Wanadri. Sebelumnya, mereka sudah mencapai Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) di Papua pada Mei 2010, Kilimanjaro (5.895 mdpl) di Tanzania, Elbrus (5.642 mdpl) di Rusia pada Agustus 2010, Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina pada Desember 2010, Denali (6.194 mdpl) di Alaska, AS, pada Mei 2011, serta Vinson Massif (4.897 mdpl) di Antartika pada Januari 2012.
Kini telah dua kelompok pencinta alam Indonesia yang sukses mencapai tujuh puncak benua, yaitu Mahitala Unpar dan Wanadri. Gagasan tentang pendakian The Seven Summits pertama kali diperkenalkan pendaki AS, Dick Bass, pada 1980-an.
Di Indonesia, Mapala UI adalah tim pertama yang mencoba mewujudkan gagasan itu setelah mereka menuntaskan pendakian tiga puncak khatulistiwa di Carstensz, Kilimanjaro, dan Chimborazo (Amerika Selatan). Namun, hingga kini kelompok itu masih menyisakan Everest dan Vinson Massif.