Liputan Kompas Nasional

Sidang Tahunan MPR: Pembangunan Daerah Perbatasan Bertahap * Jelajah Tapal Batas

·sekitar 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Tokoh masyarakat di sejumlah wilayah perbatasan menyambut baik komitmen pemerintah memeratakan keadilan pembangunan, termasuk di perbatasan. Komitmen pemerintah itu tidak berhenti dalam bentuk pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada upaya membangun sumber daya manusia dan ekonomi di perbatasan.

Presiden Joko Widodo saat berpidato di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Rabu (16/8), menyampaikan bahwa pada tahun ketiga masa bakti Kabinet Kerja, pemerintah lebih fokus pada pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Pemerintah ingin rakyat Indonesia di pinggiran, perbatasan, pulau terluar, dan kawasan terisolasi merasakan kehadiran negara, merasakan hasil pembangunan, dan bangga menjadi warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pembangunan wilayah perbatasan dilakukan secara bertahap. Saat ini pemerintah masih fokus menyelesaikan pembangunan infrastruktur di kawasan batas negara. Hal ini karena pemerintah meyakini, pembangunan infrastruktur dapat membuka akses daerah terisolasi, termasuk kawasan perbatasan. Dengan terbukanya akses, arus logistik ke daerah perbatasan akan semakin mudah. Dengan demikian, perekonomian daerah perbatasan akan terdongkrak.

Setelah menyelesaikan pembangunan infrastruktur, lanjut Kalla, pemerintah akan fokus membangun sumber daya manusia di perbatasan.

Harapan

Ketua Kampung Skow Sae, Jayapura, Eduard Muttang, Kamis, mengatakan, komitmen pemerintah tersebut memberi harapan pada masa depan lebih baik warga perbatasan. Dia berharap komitmen itu bisa diwujudkan dalam bentuk pembangunan perbatasan, baik infrastruktur, sumber daya manusia, maupun sumber daya alam yang ”tertidur”. ”Dengan demikian, kami bisa membangun daerah lebih baik lagi,” katanya.

Skow Sae merupakan salah satu kampung di Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, yang berada di perbatasan Indonesia-Papua Niugini. Beberapa tahun terakhir, pembangunan di sekitar Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw di Muara Tami juga menyentuh kampungnya. Jalan sudah dibangun. Listrik dari Perusahaan Listrik Negara juga sudah mulai bisa diakses warga sejak 2015.

Menurut Muttang, kini warga butuh bantuan agar punya pengetahuan mengelola potensi alam secara berkelanjutan. Dia mencontohkan, Skow Sae memiliki pantai indah yang bisa dijadikan daya tarik wisata. Sudah ada beberapa pemilik modal yang menawarkan kerja sama. Namun, sementara ini ia belum menyanggupinya karena merasa warganya belum siap. Dia khawatir mereka belum bisa memanfaatkan potensi ekonomi itu.

Erdianus Eko (32), tokoh pemuda di Desa Napan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, mengatakan, komitmen pemerintah merupakan hal baik bagi warga perbatasan. Akan tetapi, guna menghindari dampak negatif, berbagai program di perbatasan harus benar-benar tepat sasaran dan disosialisasikan kepada masyarakat. Hal tersebut untuk memastikan warga bisa mendapat manfaat pembangunan perbatasan.

Camat Krayan Timur, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Freddyanto Gromiko mengatakan, pidato Presiden memberikan optimisme bahwa masyarakat perbatasan akan lebih diperhatikan dengan mendapat prioritas dalam pembangunan. Selama setahun terakhir, warga Krayan yang berada di perbatasan dengan Sarawak, Malaysia, sudah merasakan upaya pemerintah dalam membangun kawasan perbatasan.

Salah satu yang paling terasa adalah penerapan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) satu harga sehingga sekarang warga Kecamatan Krayan Induk sudah dapat menikmati harga BBM bersubsidi sekitar Rp 7.000 per liter. Sebelumnya, warga dataran tinggi Krayan membeli BBM dari Malaysia dengan harga tinggi dan fluktuatif, sekitar Rp 15.000 per liter. Saat terjadi kelangkaan, harga bahan bakar minyak bisa mencapai Rp 50.000 per liter, seperti terjadi pada akhir Desember 2015.

Meskipun demikian, lanjut Freddyanto, kini masih ada tiga desa yang relatif terisolasi di Kecamatan Krayan Timur karena akses dan penerbangan terbatas. Tiga desa itu adalah Wa’yagung, Bungayan, dan Paraye.

Tiga desa yang dihuni sekitar 600 jiwa tersebut terletak di pegunungan dan dikelilingi hutan serta hanya bisa dijangkau melalui jalan setapak. Warga tiga desa itu harus berjalan kaki hingga berjam-jam menyusuri gunung untuk mendapatkan pasokan kebutuhan sehari-hari serta layanan kesehatan dan pemerintahan.

Oleh karena itu, kata Freddyanto, warga Krayan berharap pidato Presiden terkait pembangunan infrastruktur jalan segera diwujudkan di Krayan. (GAL/JAL/REK/IRE/JOG/NTA/AGE/SAN/APA/NDY)

Artikel Lainnya