Tradisi bersedekah sulit lepas dari napas hidup Rasyid (52). Berawal dari kebiasaan menyeduhkan kopi gratis, usahanya tumbuh kian pesat. Dari gudang kopinya tak terhitung lagi banyaknya orang yang berhasil menamatkan studi tentang kopi.

”Saya sudah tidak ingat berapa banyak mahasiswa magister yang sukses selesai tesisnya dari hasil penelitian di sini,” ujar Rasyid saat menerima kunjungan Kompas ke gudang kopinya, Rabu (20/12/2017), di Kampung Mongal, Kecamatan Bebesen, Takengon, Aceh.

Ruangan itu sebenarnya bukanlah gudang, melainkan ruang kerja Rasyid. Namun, jadi tampak seperti gudang karena menyatu dengan setumpuk biji kopi, mesin sangrai besar buatan Jerman, serta mesin-mesin giling dan peralatan seduh. Banyak pula berkas dan ratusan dokumen penghargaan menumpuk.

Di tempat itulah, mahasiswa, peneliti, hingga calon wirausaha dari sejumlah daerah hingga luar negeri belajar tentang kopi.

Mahasiswa jurusan kopi dari sebuah universitas di Korea Selatan, misalnya, bisa berbulan-bulan menjalani tugas penelitian untuk studinya di tempat itu. Mereka pun kerap menyebut tempat itu sebagai laboratorium kopi.

Mereka sudah sukses jadi doktor, sedangkan saya masih begini-beginilah.

Rasyid membebaskan eksperimen kopi berlangsung di sana. Para peneliti itu mempelajari keragaman mengolah kopi, mulai dari buah merah hingga menjadi minuman di atas meja.

Banyak yang berhasil meraih gelar sarjana hingga doktor setelah penelitian di gudang Rasyid. ”Mereka sudah sukses jadi doktor, sedangkan saya masih begini-beginilah,” ucapnya ringan sembari tertawa.

Kompas/Priyombodo

Rasyid, Pengusaha Kopi Arabika Gayo

Oro Kopi adalah usaha bubuk dan biji kopi miliknya. Tempat itu dikenal luas selalu terbuka buat siapa saja. Sering kali orang datang hanya untuk numpang minum kopi.

Padahal, seduhan kopi yang tersaji di sana masuk kategori spesialti, yang harga bijinya jika dijual rata-rata Rp 300.000 per kilogram. Harga kopi winey dan luwak bahkan mencapai Rp 500.000 per kilogram.

Untuk menikmati kopi spesialti gratis itu, orang cukup datang. Sekitar 30 meter dari laboratorium, ada sebuah bangunan lain untuk para tamu berkumpul, berdiskusi, ikut cupping, atau sekadar mencicipi minuman.

Siapa pun yang datang, para pekerjanya akan langsung menghidangkan minuman kopi. Jika tertarik untuk menyeduh sendiri pun, si pengunjung bisa langsung masuk ke dapur yang merangkap tempat gerai beragam jenis kopi disusun dalam stoples-stoples besar dari kaca. ”Bisa menyeduh langsung sesuai selera. Yang penting sudah tahu cara menyeduh yang benar,” ujarnya.

Bersahabat

Gudang Produksi Oro Kopi bisa dikatakan paling bersahabat dan terbuka bagi siapa saja. Setiap orang yang masuk ke kompleks usaha kopinya pun bebas melihat proses pengolahan kopi, mulai dari penjemuran, penyortiran, penyangraian, penggilingan, hingga pengemasan.

Di ruang penyortiran, sekitar seratus perempuan bekerja. Proses sortir sangat detail memisahkan biji kopi terbaik, baik, hingga kurang baik.

Kompas/Priyombodo

Pekerja perempuan memilah biji kopi secara manual di gudang kopi di Desa Monga, Kecatan Bebesan, Kabupaten Aceh Besar, Minggu (17/12/2017). Produksi kopi mencapai 500 ton biji kopi arabika Gayo per tahun yang diekspor ke sejumlah negara, seperti Amerika, Taiwan, Jepang, dan Singapura.

Proses ini tak sembarangan orang bisa mengetahuinya di tempat-tempat usaha pengolahan kopi pada umumnya. Kebanyakan pengusaha kopi cenderung menutup atau merahasiakan proses itu.

Namun, bagi Rasyid, tidak ada yang perlu ditutupi. Keterbukaan itu tak lepas dari jiwa guru sang pemilik usaha.

Rasyid adalah anak petani kopi. Hidupnya tak jauh dari kebun. Namun, setelah dewasa, ia menjadi seorang guru di salah satu sekolah menengah pertama di Takengon.

Dalam jiwanya selalu tertanam niat bersedekah dengan cara mencurahkan seluruh ilmu pengetahuan yang dimiliki bagi anak-anak didiknya.

Kompas/Priyombodo

Biji kopi jenis arabika king Gayo.

Ia pun bergelut pada usaha perdagangan kopi tahun 1997. Berkaca pada pengalaman getir hidup ayahnya yang selalu pas-pasan, Rasyid sadar bahwa menjadi petani saja takkan membawa perubahan.

Sedikit demi sedikit ia belajar mengolah buah dan biji kopi. Ia bertekad bisa menghasilkan biji kopi menjadi kualitas premium hingga spesialti.

Setiap orang yang datang disuguhinya minum kopi. Selain ingin bersedekah, Rasyid pun penasaran mengetahui komentar orang yang meminum seduhan kopi olahannya.

”Awalnya orang-orang minum kopi di sini. Gratis. Ternyata mereka suka dengan aroma dan rasanya, mereka pun membeli produknya. Dari sanalah usaha ini berjalan,” ucap Rasyid.

Peminat kopinya semakin banyak. Pasarnya pun cepat meluas hingga ke luar negeri. Tempat usaha Oro Kopi kini menjadi salah satu yang terbesar di Takengon.

Beragam

Pasokan biji kopinya pun lengkap tersedia dalam puluhan stoples besar dari kaca. Sepanjang etalase tokonya, biji kopi tampak begitu beragam, mulai dari jenis varietas, cara pengolahan, hingga cara sangrai, dari jenis kopi premium, arabika spesialti, varietas ateng, robusta, peaberry, luwak, hingga winey.

Kompas/Priyombodo

Pekerja menyangrai biji kopi di Desa Monga, Kecatan Bebesan, Kabupaten Aceh Besar, Minggu (17/12/2017). Selain melayani permintaan ekspor, tempat tersebut juga menyediakan biji dan bubuk kopi arabika Gayo dengan berbagai jenis dan proses untuk konsumen lokal.

Ia menyediakan bubuk kopi yang juga beragam cita rasanya. Salah satunya bubuk kopi yang dihasilkan dari penanaman di ketinggian 1.551 meter di atas permukaan laut. Perpaduan aroma dan rasa manis, asam, serta rasa buahnya begitu lembut dan seksi.

Pengunjung kerap menanyakan soal keragaman kopi di sana. Lalu mereka ingin belajar cara mengolahnya. Rasyid dengan murah hati menjelaskan dan mengajak berdiskusi.

Rasyid meyakini, segala yang dihasilkan dalam bisnisnya takkan dibawa mati.

Ia bahkan menyediakan ruangan khusus presentasi dan audiensi bagi peneliti kopi. Rasyid menyiapkannya di lantai 2. Ruangan itu berkapasitas 50 orang. Semuanya dapat digunakan gratis.

Kesuksesan tak membuatnya lupa pernah hidup sebagai anak petani kopi miskin. Kisah pahit di masa kecil jadi kenangan. Itu justru mengetuk pintu hatinya untuk selalu bersedekah.

Rasyid meyakini, segala yang dihasilkan dalam bisnisnya takkan dibawa mati. Namun, yang ia sedekahkan bagi orang lain sejatinya menjadi sumber damai di masa depan. Sebab, agama mengajarkan sedekah sebagai amal untuk hari depan. (IRMA TAMBUNAN/ZULKARNAINI/NIKSON SINAGA)

Biodata

Nama: Rasyid

Lahir: Takengon, 15 Maret 1966

Pendidikan terakhir : S-1 IKIP Padang Jurusan Geografi (lulus 1991)

Istri: Rahmah (49)

Anak:

  • Riski Badaruzzaman (24)
  • Purnama Fitri (20)
  • Faridah Hanum (13)

Pekerjaan: Eksportir kopi