Susur Rel 2015

Susur Rel: Stasiun Anyer Kidul yang Merana

·sekitar 5 menit baca

Rodiah (39) belum setahun menempati warung kecil sewaan yang mengimpit bangunan bekas Stasiun Kereta Api Anyer Kidul di dekat mercusuar Cikoneng, Anyer, Serang, Banten. ”Beberapa kali ada pengunjung wisatawan asing datang melihat-lihat bekas stasiun ini. Mereka biasanya sudah tahu riwayat stasiun ini sehingga tidak banyak bertanya, lalu pergi,” ujarnya ketika ditemui Rabu (23/9) pagi.

Kondisi Stasiun Anyer Kidul saat ini sangat merana. Lahan kosong di sisi barat, menghadap Pantai Anyer Kidul, menjadi lapangan bola voli. Sisi timurnya terimpit bangunan permukiman penduduk. Salah satunya, warung kecil milik Rodiah.

Warung itu berukuran sekitar 2 meter x 4 meter. Rodiah menyewa Rp 1 juta per tahun dari penghuni sebelumnya. Perempuan itu menjual aneka jajanan anak-anak.

Sebenarnya bangunan bekas Stasiun Anyer Kidul di dekatnya tetap menunjukkan pesona masa lalunya, tetapi sangat tidak terawat. Bagian dalam bangunan stasiun itu dimanfaatkan warga setempat untuk kandang ayam. Tulisan ”Anjerkidul” masih melekat di dinding stasiun, tetapi rapuh.

Pada tahun 1900, Stasiun Anyer Kidul menjadi stasiun kereta api satu-satunya yang terletak di ujung paling barat Pulau Jawa. Diperkirakan, antara tahun 1980 dan 1990, jalur menuju stasiun ini dihentikan.

Nasib Stasiun Anyer Kidul yang merana memang tak jauh berbeda dengan ratusan bekas stasiun dan halte di jalur mati kereta api. Namun, ada satu yang berbeda dengan stasiun ini.

Seperti dikatakan Rodiah, Stasiun Anyer Kidul masih berpotensi menjadi aset wisata. Selain lokasinya berada di kawasan wisata pantai di Anyer, stasiun ini memiliki riwayat sebagai stasiun ujung Pulau Jawa di bagian barat yang kali pertama dibangun.

”Banyak juga anak-anak sekolah dan mahasiswa yang mendapat tugas mengunjungi stasiun ini. Mereka justru yang banyak bertanya soal sejarah stasiun ini kepada saya,” katanya.

Pemerintah abai akan potensi ekonomi yang bisa didatangkan dari aset wisata sejarah stasiun kereta api ini. Lebih tepatnya, PT Kereta Api Indonesia yang menangani warisan atau peninggalan aset perkeretaapian tidak pernah berbuat banyak untuk warga setempat.

Alhasil, warga menempuh jalan sendiri. Seperti Rodiah, ia tak peduli lagi menempati lahan ilegal untuk berjualan di area bekas Stasiun Anyer Kidul. Selain menyediakan aneka jajanan untuk anak-anak sekolah yang sedang lewat, dia juga berharap ada wisatawan datang ke stasiun tersebut dan mampir ke warungnya.

”Westerlijnen”

Petak jalur kereta api menuju stasiun ujung di Anyer Kidul ini sebagai bagian pengembangan westerlijnen atau jalur dari arah Jakarta ke barat. Perusahaan operatornya milik Pemerintah Hindia Belanda, yaitu Staatsspoorwegen atau disingkat SS.

Artanto Rizky Cahyono dalam Peta Jalur Kereta Api Jawa dan Madura (2013) menguraikan, westerlijnen ke arah Anyer Kidul ini dimulai setelah perusahaan SS selesai membangun petak jalur Jakarta (Kota)-Duri-Tangerang sepanjang 23 kilometer pada tahun 1899.

Pada tahun yang sama, jalur dari Stasiun Duri diselesaikan untuk lintasan sampai Rangkasbitung sepanjang 76 kilometer. Ruas ini melintasi Tanah Abang- Palmerah-Kebayoran-Pondok Ranji, dan seterusnya hingga Rangkasbitung.

Memasuki tahun 1900, dibangun lintasan kereta api Rangkasbitung-Serang-Cilegon sepanjang 55 kilometer. Dari Cilegon dilanjutkan pada petak berikutnya, yaitu Cilegon-Krenceng-Cigading sepanjang 9 kilometer. Pembangunan dilanjutkan kembali dari Cigading ke Anyer Kidul sepanjang 12 kilometer pada tahun 1900 itu juga.

Stasiun Anyer Kidul berada di dekat mercusuar Cikoneng. Di dekatnya, masih ada pelabuhan Anyer Kidul. Bekas stasiun ini tak jauh dari Jalan Raya Pos Daendels, tetapi tidak ada petunjuk arah yang jelas untuk menjangkaunya.

Kelengkapan peralatan untuk sebuah stasiun ujung masih terlihat. Di antaranya, bekas meja putar lokomotif yang ada di sekitar 100 meter dari bangunan utama stasiun ke arah barat. Tetapi, bekas meja putar lokomotif itu juga sangat merana karena ditumbuhi pepohonan.

Berkembang

Kereta api dari Stasiun Anyer Kidul ke Rangkasbitung hingga Jakarta banyak dimanfaatkan untuk mengangkut penumpang, juga hasil-hasil bumi. Pembukaan jalur kereta api ini mendorong perekonomian wilayah Banten barat terus berkembang.

Perusahaan SS lalu mengembangkan jalur-jalur lintasan menuju wilayah-wilayah pantai barat lainnya. Pada tahun 1906, SS mengembangkan jalur lintasan kereta api dari Rangkasbitung ke Labuhan di Kabupaten Pandeglang, Banten.

Pada tahun 1914, SS juga mengembangkan lintasan dari Stasiun Krenceng ke Stasiun Merak, Cilegon, Banten. Dari Stasiun Merak, tidak hanya penumpang dan produk hasil bumi yang diangkut, tetapi juga batubara dari Sumatera. Batubara ini digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik di sejumlah wilayah di Jawa, terutama untuk pasokan listrik ke Ibu Kota Jakarta sampai sekarang.

Stasiun Merak itu kini menjadi satu-satunya stasiun di ujung barat Pulau Jawa yang masih aktif. Pada masanya, pernah ada tiga stasiun, yaitu Stasiun Merak, Anyer Kidul, dan Labuhan.

Tidak semua jalur kereta api di ujung barat Pulau Jawa ini bertahan. Menurut Artanto, jalur kereta api dari Stasiun Cigading menuju Stasiun Anyer Kidul diberhentikan pada tahun 1981. Jalur dari Stasiun Rangkasbitung-Saketi-Labuhan dihentikan pada tahun 1984.

Stasiun Saketi memiliki riwayat tersendiri karena pada tahun 1944 dibangun pemerintah pendudukan Jepang hingga Bayah yang berjarak 89 kilometer. Pembangunan jalur Saketi-Bayah memakan waktu 14 bulan dengan tenaga para romusa hingga dioperasikan pada 1 April 1944.

Menurut tokoh Tan Malaka yang bekerja untuk Jepang di Bayah waktu itu, pembangunan jalur kereta api Saketi-Bayah merenggut banyak korban romusa. Tan Malaka mencatatnya, dan memperkirakan, korban tewas 300 orang sampai 400 orang per bulan.

Tujuan pembangunan jalur kereta api dari Saketi ke Bayah oleh Jepang waktu itu untuk mengeksploitasi batubara di Bayah, Banten Selatan. Jejak jalur ini sekarang hilang. Hanya menyisakan fondasi-fondasi untuk jembatan rel kereta api.

Pariwisata

Pemerintah pusat menggagas pengembangan pariwisata di wilayah Banten bagian barat ini dengan merencanakan kemudahan akses melalui jalan tol. Saat ini dirancang akses tol dari Serang menuju Tanjung Lesung, melintasi kawasan Labuhan di Pandeglang.

Tanjung Lesung memiliki Kawasan Ekonomi Khusus dengan berbagai rencana pengembangan pelabuhan dan bandar udara untuk menunjang potensi ekonomi dari bidang pariwisata.

Kepala Laboratorium Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno mengatakan, momentum itu justru harus dimanfaatkan untuk menghidupkan kembali jalur kereta api yang pernah ada.

”Jalur dari Jakarta ke Rangkasbitung masih aktif. Dari Rangkasbitung ke Labuhan masih bisa diaktifkan kembali. Dari Labuhan ke Tanjung Lesung bisa dibangun jalur kereta api baru dan ini akan jauh lebih baik daripada membangun jalan tol,” kata Djoko.

Semoga saja pemerintah mempertimbangkan gagasan ini.

Artikel Lainnya