Sejak lama nama kopi Toraja masyhur di sejumlah negara, salah satunya Jepang. Keseimbangan cita rasa membuatnya dijuluki ”The Queen of Coffee”, Sang Ratu Kopi.

Tahun 1970, Hisashi Ohki, salah satu petinggi Kimura Coffee, cikal bakal industri kopi Key Coffee Jepang, mendapat hadiah segenggam biji kopi mentah Toraja dari Kazuo Usami, sahabatnya yang baru saja kembali dari Pulau Sulawesi untuk sebuah tugas. Setelah menjejakkan kaki di Toraja pada 1973, Ohki meyakini, kebangkitan kembali kopi Toraja adalah keniscayaan.

“Membiarkan kopi Toraja yang sebenarnya sangat unggul di dunia itu telantar karena kekurangan teknik ataupun modal adalah suatu hal yang tak dapat didiamkan begitu saja bagi orang yang menekuni kopi di Jepang. Bagi Indonesia sendiri pun sangat disayangkan.” Begitu tulis Ohki yang akhirnya mendirikan PT Toarco Jaya di majalah perusahaan Coffee Beans, Mei 1975.

“Itu cikal bakal Key Coffee hadir di Toraja,” ucap M Jabir Amien, Direktur Administrasi sekaligus juru bicara PT Toarco Jaya, kepada Kompas, pertengahan Januari. Toarco adalah singkatan dari ”Toraja Arabica Coffee”.

Seluruh hasil kopi dari kebun di Tanah Toraja kemudian diekspor ke Jepang. Belakangan, ekspornya meluas hingga Amerika dan Australia.

KOMPAS/ AGUS SUSANTO

Juru bicara PT Toarco Jaya, M Jabir, menjelaskan sejarah perusahaannya di Padamaran, Kecamatan Buntao, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Kamis (18/1/2018).

Di Jepang, volume kopi Toraja yang dipasarkan Key Coffee sebenarnya tak sampai 2 persen dari total penjualan kopi. Meski volumenya kecil, kopinya dianggap mewah karena diolah sebagai kopi spesial dan premium. Dengan aroma dan cita rasa yang kaya tetapi seimbang, kopi Toraja dijuluki sebagai ”The Queen of Coffee”.

Publik Jepang pun mengenal nama Toraja sejak lama. Ketika PT Toarco didirikan tahun 1976, ujar Jabir, nama Toraja bahkan langsung disematkan sebagai merek dagang kopi produksi PT Toarco. Bahkan, nama Toraja didaftarkan sebagai merek dagang di dunia internasional pada 1977 walaupun PT Toarco belum mengekspor kopi.

Promosi istimewa
Relasi antara Toraja dan Key Coffee bahkan lebih lama lagi. Key Coffee mengamati Toraja sejak tahun 1934. Setelah menyurvei kebun kopi di Toraja, diputuskan rencana untuk mengimpornya ke Jepang. Namun, perang dan gejolak dunia menunda rencana Key Coffee.

KOMPAS/ AGUS SUSANTO

Kebun kopi PT Toarco Jaya di Padamaran, Kecamatan Buntao, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Kamis (18/1/2018).

Pengiriman kopi ke Jepang baru dapat dilakukan tahun 1979. Menjelang masuknya kopi ke ”Negeri Sakura” itu, Key Coffee mengadakan promosi besar-besaran. ”Hampir tiap bulan ada ulasan di berbagai media Jepang tentang kopi Toraja. Segala hal tentang kopi Toraja, termasuk Toraja sebagai daerah asal, ditulis,” ucap Jabir.

Kopi Toraja dibuat sangat istimewa, hingga kedatangannya begitu dinanti publik. Tidak heran jika peminatnya besar ketika terjadi gelombang awal pengiriman kopi.

Padahal, ekspor pertama itu belum banyak, hanya sekitar 20 ton. Perusahaan bahkan harus mengumpulkan kopi sejenis dari sejumlah sentra kopi di Sulawesi Selatan demi memenuhi target ekspor. Kopi diambil dari perkebunan di Enrekang, Gowa, Mamasa, dan Sinjai.

”Mulai tahun 1979 hingga 1991, kami masih mengumpulkan kopi dari sentra-sentra kopi di Sulsel karena produksi arabika belum stabil. Masih lebih banyak produksi robusta,” kata Jabir.

KOMPAS/ AGUS SUSANTO

Tanaman kopi tumbuh subur di sekitar kuburan batu di kompleks pemakaman Lo’ko Mata di Lembang Tonga Riu, Lo’ko Mata, di Kecamatan Sesean Suloara’, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Sabtu (20/1/2018).

Demi memenuhi target ekspor, perusahaan kemudian mengedukasi petani untuk membudidayakan arabika. Petani diajari cara penanaman dan pemeliharaan kopi yang benar, termasuk proses pascapanen dengan pengolahan kering.

Upaya tersebut dilakukan demi mendapatkan kopi berkualitas terbaik. Edukasi itu sukses. Produksi kopi arabika terus meningkat. Tahun 1991, ekspor Toarco mencapai 1.300 ton biji kopi. Sekitar 90 persen ekspor kopi dilakukan melalui Pelabuhan Makassar, terdiri atas kopi produksi Toarco.

Tahun 1992, kopi Toarco membuat keputusan penting. PT Toarco memutuskan tak lagi membeli kopi dari luar kawasan Toraja, tetapi menyerap kopi hanya dari petani di kebun-kebun Dataran Tinggi Sa’dan. Sebagian lagi disuplai dari kebun Toarco di Perkebunan Pedamaran yang luasnya sekitar 530 hektar. Kebun ini berada di ketinggian di atas 1.300-1.500 meter di atas permukaan laut.

Dalam membeli kopi petani, Toarco memberlakukan syarat dan seleksi ketat. Dari petani, kopi dipasok kepada pengepul yang menjadi kepercayaan perusahaan. Merekalah yang membawa kopi masuk ke pabrik. Kopi juga tak serta-merta diterima, tetapi harus melalui uji cita rasa. Jika dinyatakan layak, baru dibeli. Salah satu syarat kelayakan adalah bibit kopi, ketinggian tanam, dan pemetikan buah merah. Soal harga, kopi yang dibeli Toarco jelas di atas rata-rata harga pasar.

Kopi juga tak serta-merta diterima, tetapi harus melalui uji cita rasa.

Proses panjang masih terus dilakukan, mulai dari pemilahan biji kopi, pengeringan, pengupasan dan pencucian, hingga proses sangrai. Jika perlu, kopi diuji cita rasa lagi oleh tenaga khusus. Jika dalam proses uji rasa terakhir masih terdapat kekurangan, petugas pemeriksa standar tak akan segan meminta karung kopi dibongkar untuk disortir. Hanya yang berkualitas bagus yang akan dibeli.

Untuk ekspor umumnya diproduksi biji beras kopi (greenbean), sedangkan untuk kemasan berupa bubuk dan biji kopi sangrai.

Angkat harkat petani

Cita rasa kopi Toraja ternyata juga tak lepas dari perhatian industri kopi dalam negeri. PT Sulotco Jaya Abadi, sebagai bagian dari Grup Kapal Api, turut memajukan kopi Toraja sejak 1980-an.

Kepala Kebun Kopi PT Sulotco Samuel Karundeng menjelaskan, pihaknya mengelola sekitar 1.200 hektar kebun kopi. “Kebun kopi ini awalnya milik seorang Belanda bernama HJ Stock van Dijk yang kemudian dimakamkan di Rantepao. Kebun ini pernah dikuasai Jepang, kemudian menjadi milik negara, selanjutnya dikelola oleh PT Sulotco,” tuturnya saat ditemui Kompas di kantornya, di Bolokan Lembang Tiroan, Kecamatan Bittuang, Tana Toraja.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Karyawan menyortir beras kopi di PT Sulotco Jaya Abadi di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Jumat (19/1/2018). Dulunya, perkebunan pada ketinggian 1.500-1.700 meter di atas permukaan laut ini milik seorang Belanda, HJ Stock van Dijk. Namun, pada masa revolusi, kopi ini pernah hilang ditelan perang. Setelah perang berakhir, pabrik dikuasai oleh pemerintah dan akhirnya dikelola PT Sulotco Jaya Abadi.

Menurut Samuel, sebagian besar produksi kopi PT Sulotco diekspor. Sebagian kecil dipasok untuk kebutuhan campuran kopi premium Kapal Api dengan brand Excelso.

Total lahan perkebunan PT Sulotco mencapai luas 1.200 hektar di dua kabupaten, yakni sekitar 800 hektar lahan kopi di Toraja Utara dan 400 hektar di Tana Toraja. Total 800 hektar lahan didedikasikan untuk tanaman kopi, 200 hektar untuk hutan konservasi, dan sisanya untuk cadangan.

Kini, terdapat 400 karyawan yang bekerja di kebun itu. Kebanyakan adalah warga yang tinggal di dalam areal kebun. Di antara mereka, sebanyak 250 orang, kini menjadi mitra perusahaan. Karyawan yang sekaligus petani kopi itu sejak 2009 mendapat lahan garapan masing-masing seluas 2 hektar.

“Mereka mendapat subsidi pupuk dan alat untuk menggarap kopi. Saat panen, hasilnya juga akan dibagi dua. Bagi yang rajin, bisa menyisihkan uang sebanyak Rp 50 juta per tahun,” ucap Samuel.

Bagi yang rajin, bisa menyisihkan uang sebanyak Rp 50 juta per tahun.

PT Sulotco sejak 2009 juga menyiapkan lahan seluas 2 hektar untuk memproduksi kopi luwak. Menurut Samuel, terdapat sekitar 250 luwak yang dilepas di kebun. Dalam sehari, PT Sulotco bisa memproduksi kopi luwak arabika Toraja sekitar 50 gram.

Kerja sama juga sedang dirintis PT Sulotco dengan menggandeng Pemerintah Kabupaten Tana Toraja dalam mengembangkan kopi luwak arabika. Kerja sama itu berbentuk pemberdayaan kelompok tani untuk memproduksi kopi luwak yang nilai komoditasnya tinggi. Dengan kerja sama itu, diharapkan harkat petani kopi dapat ditingkatkan.

Kini, perkebunan PT Sulotco juga mulai menjadi destinasi wisata. Hawa segar perbukitan dan pemandangan indah Tana Toraja menambah daya tarik. Dari kebun-kebun perusahaan itu, harum kopi Toraja semakin dikenal dunia…. (RENY SRI AYU/GREGORIUS M FINESSO)